Sejarah Perjuangan Mahasiswa Indonesia 1908-1999

1. Gerakan Mahasiswa 1908
Lahirnya generasi pertama lapisan pemuda berpendidikan modern, sebenarnya bukanlah produk sosial yang murni berasal dari rakyat Indonesia. Kehadiran mereka merupakan produk situasi atau didorong oleh perubahan sikap politik pemerintahan kolonial Belanda terhadap negeri ini. Melalui kebijakan “Politik Etis” yang diciptakan Belanda setelah menjajah lebih dari tiga ratus tahun di atas bumi persada, kaum pribumi khususnya lapisan pemuda, mendapatkan kesempatan untuk masuk ke lembaga-lembaga pendidikan yang telah didirikan oleh Belanda. Walaupun dengan batasan lapisan masyarakat, lembaga pendidikan, dan keterbatasan fasilitas pendidikan yang ada, sehingga banyak pemuda pribumi yang berhasil lulus baik, atas bantuan pemerintah Belanda, dikirim ke luar negeri (kebanyakan ke negeri Belanda) untuk melanjutkan studi mereka.

Dalam masa yang penuh tantangan dihadapkan dengan suasana kolonialisme, realitas politik berupa berlangsungnya proses pembodohan dan penindasan secara struktural yang dilakukan Belanda, berkat kemajuan pendidikan yang berhasil mereka raih berimplikasi pada peningkatan tingkat kesadaran politik,para pelajar dan mahasiswa merasakan sebagai golongan yang paling beruntung dalam pendidikan sehingga muncul tanggung jawab untuk mengemansipasi bangsa Indonesia.

Boedi Oetomo, merupakan wadah perjuangan yang pertama kali memiliki struktur pengorganisasian modern. Didirikan di Jakarta, 20 Mei 1908 oleh pemuda-pelajar-mahasiswa dari lembaga pendidikan STOVIA, wadah ini merupakan refleksi sikap kritis dan keresahan intelektual terlepas dari primordialisme Jawa yang ditampilkannya.
Pada konggres yang pertama di Yogyakarta, tanggal 5 Oktober 1908 menetapkan tujuan perkumpulan : Kemajuan yang selaras buat negeri dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, serta kebudayaan.

Dalam 5 tahun permulaan BU sebagai perkumpulan, tempat keinginan-keinginan bergerak maju dapat dikeluarkan, tempat kebaktian terhadap bangsa dinyatakan, mempunyai kedudukan monopoli dan oleh karena itu BU maju pesat, tercatat akhir tahun 1909 telah mempunyai 40 cabang dengan lk.10.000 anggota.
Disamping itu, pada tahun yang sama dengan berdirinya BU oleh para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Belanda, dibentuk pula Indische Vereeninging yang kemudian berubah nama menjadi Indonesische Vereeninging tahun 1922, disesuaikan dengan perkembangan dari pusat kegiatan diskusi menjadi wadah yang berorientasi politik dengan jelas. Dan terakhir untuk lebih mempertegas identitas nasionalisme yang diperjuangkan, organisasi ini kembali berganti nama baru menjadi Perhimpunan Indonesia,tahun 1925.

Berdirinya Indische Vereeninging dan organisasi-organisasi lain,seperti: Indische Partij yang melontarkan propaganda kemerdekaan Indonesia, Sarekat Islam,dan Muhammadiyah yang beraliran nasionalis demokratis dengan dasar agama, Indische Sociaal Democratische Vereeninging (ISDV) yang berhaluan Marxis, dll menambah jumlah haluan dan cita-cita terutama ke arah politik. Hal ini di satu sisi membantu perjuangan rakyat Indonesia, tetapi di sisi lain sangat melemahkan BU karena banyak orang kemudian memandang BU terlalu lembek oleh karena hanya menuju “kemajuan yang selaras” dan /atau terlalu sempit keanggotaannya (hanya untuk daerah yang berkebudayaan Jawa) meninggalkan BU Oleh karena cita-cita dan pemandangan umum berubah ke arah politik, BU juga akhirnya terpaksa terjun ke lapangan politik.
Kehadiran Boedi Oetomo,Indische Vereeninging, dll pada masa itu merupakan suatu episode sejarah yang menandai munculnya sebuah angkatan pembaharu dengan kaum terpelajar dan mahasiswa sebagai aktor terdepannya, yang pertama dalam sejarah Indonesia : generasi 1908, dengan misi utamanya menumbuhkan kesadaran kebangsaan dan hak-hak kemanusiaan dikalangan rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan, dan mendorong semangat rakyat melalui penerangan-penerangan pendidikan yang mereka berikan, untuk berjuang membebaskan diri dari penindasan kolonialisme.

2. Gerakan Mahasiswa 1928
Pada pertengahan 1923, serombongan mahasiswa yang bergabung dalam Indonesische Vereeninging (nantinya berubah menjadi Perhimpunan Indonesia) kembali ke tanah air. Kecewa dengan perkembangan kekuatan-kekuatan perjuangan di Indonesia, dan melihat situasi politik yang di hadapi, mereka membentuk kelompok studi yang dikenal amat berpengaruh, karena keaktifannya dalam diskursus kebangsaan saat itu. Pertama, adalah Kelompok Studi Indonesia (Indonesische Studie-club) yang dibentuk di Surabaya pada tanggal 29 Oktober 1924 oleh Soetomo. Kedua, Kelompok Studi Umum (Algemeene Studie-club) direalisasikan oleh para nasionalis dan mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik di Bandung yang dimotori oleh Soekarno pada tanggal 11 Juli 1925.
Suatu gejala yang tampak pada gerakan mahasiswa dalam pergolakan politik di masa kolonial hingga menjelang era kemerdekaan adalah maraknya pertumbuhan kelompok-kelompok studi sebagai wadah artikulatif di kalangan pelajar dan mahasiswa. Diinspirasi oleh pembentukan Kelompok Studi Surabaya dan Bandung, menyusul kemudian Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), prototipe organisasi yang menghimpun seluruh elemen gerakan mahasiswa yang bersifat kebangsaan tahun 1926, kelompok Studi St. Bellarmius yang menjadi wadah mahasiswa Katolik, Cristelijke Studenten Vereninging (CSV) bagi mahasiswa Kristen, dan Studenten Islam Studie-club (SIS) bagi mahasiswa Islam pada tahun 1930-an.

Lahirnya pilihan pengorganisasian diri melalui kelompok-kelompok studi tersebut, dipengaruhi kondisi tertentu dengan beberapa pertimbangan rasional yang melatari suasana politis saat itu. Pertama, banyak pemuda yang merasa tidak dapat menyesuaikan diri, bahkan tidak sepaham dan kecewa dengan organisasi-organisasi politik yang ada. Sebagian besar pemuda saat itu, misalnya menolak ideologi Komunis (PKI) maka mereka mencoba bergabung dengan kekuatan organisasi lain seperti Sarekat Islam (SI) dan Boedi Oetomo. Namun, karena kecewa tidak dapat melakukan perubahan dari dalam dan melalui program kelompok-kelompok pergerakan dan organisasi politik tersebut, maka mereka kemudian melakukan pencarian model gerakan baru yang lebih representatif.
Kedua, kelompok studi dianggap sebagai media alternatif yang paling memungkinkan bagi kaum terpelajar dan mahasiswa untuk mengkonsolidasikan potensi kekuatan mereka secara lebih bebas pada masa itu, dimana kekuasaan kolonialisme sudah mulai represif terhadap pembentukan organisasi-organisasi massa maupun politik.
Ketiga, karena melalui kelompok studi pergaulan di antara para mahasiswa tidak dibatasi sekat-sekat kedaerahan, kesukuan,dan keagamaan yang mungkin memperlemah perjuangan mahasiswa.

Ketika itu, disamping organisasi politik memang terdapat beberapa wadah perjuangan pemuda yang bersifat keagamaan, kedaerahan, dan kesukuan yang tumbuh subur, seperti Jong Java, Jong Sumateranen Bond, Jong Celebes, dan lain-lain.
Dari kebangkitan kaum terpelajar, mahasiswa, intelektual, dan aktivis pemuda itulah, munculnya generasi baru pemuda Indonesia: generasi 1928. Maka, tantangan zaman yang dihadapi oleh generasi ini adalah menggalang kesatuan pemuda, yang secara tegas dijawab dengan tercetusnya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda dicetuskan melalui Konggres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta pada 26-28 Oktober1928, dimotori oleh PPPI.

3. Gerakan Mahasiswa 1945
Dalam perkembangan berikutnya, dari dinamika pergerakan nasional yang ditandai dengan kehadiran kelompok-kelompok studi, dan akibat pengaruh sikap penguasa Belanda yang menjadi Liberal, muncul kebutuhan baru untuk secara terbuka mentransformasikan eksistensi wadah mereka menjadi partai politik, terutama dengan tujuan memperoleh basis massa yang luas. Kelompok Studi Indonesia berubah menjadi Partai Bangsa Indonesia (PBI), sedangkan Kelompok Studi Umum menjadi Perserikatan Nasional Indonesia (PNI).

Seiring dengan keluarnya Belanda dari tanah air, perjuangan kalangan pelajar dan mahasiswa semakin jelas arahnya pada upaya mempersiapkan lahirnya negara Indonesia di masa pendudukan Jepang. Namun demikian, masih ada perbedaan strategi dalam menghadapi penjajah, yaitu antara kelompok radikal yang anti Jepang dan memilih perjuangan bawah tanah di satu pihak, dan kelompok yang memilih jalur diplomasi namun menunggu peluang tindakan antisipasi politik di pihak lain. Meskipun berbeda kedua strategi tersebut, pada prinsipnya bertujuan sama : Indonesia Merdeka !
Secara umum kondisi pendidikan maupun kehidupan politik pada zaman pemerintahan Jepang jauh lebih represif dibandingkan dengan kolonial Belanda, antara lain dengan melakukan pelarangan terhadap segala kegiatan yang berbau politik; dan hal ini ditindak lanjuti dengan membubarkan segala organisasi pelajar dan mahasiswa, termasuk partai politik, serta insiden kecil di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta yang mengakibatkan mahasiswa dipecat dan dipenjarakan.

Praktis, akibat kondisi yang vacuum tersebut, maka mahasiswa kebanyakan akhirnya memilih untuk lebih mengarahkan kegiatan dengan berkumpul dan berdiskusi, bersama para pemuda lainnya terutama di asrama-asrama. Tiga asrama yang terkenal dalam sejarah, berperan besar dalam melahirkan sejumlah tokoh, adalah Asrama Menteng Raya, Asrama Cikini, dan Asrama Kebon Sirih. Tokoh-tokoh inilah yang nantinya menjadi cikal bakal generasi 1945, yang menentukan kehidupan bangsa.
Salah satu peran angkatan muda 1945 yang bersejarah, dalam kasus gerakan kelompok “bawah tanah” yang antara lain dipimpin oleh Chairul Saleh dan Soekarni saat itu, yang terpaksa menculik dan mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya memproklamirkan kemerdekaan, peristiwa ini dikenal kemudian dengan peristiwa Rengasdengklok. Peristiwa Rengasdengklok itu dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan pandangan antar generasi tentang langkah-langkah yang harus ditempuh dalam memproklamasikan kemerdekaan. Saat itu Jepang telah menyerah kepada sekutu, dan pemuda (yang cenderung militan dan non kompromis) menuntut peluang tersebut segera dimanfaatkan, tetapi generasi tua seperti Soekarno dan Hatta cenderung lebih memperhitungkan situasi secara realistis. Tetapi akhirnya kedua tokoh proklamator itu mengabulkan keinginan pemuda, dan memproklamasikan negara Indonesia yang merdeka tanggal 17 Agustus 1945.
Dengan kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan saat itu, maka sekaligus menandai lahirnya generasi 1945 dalam sejarah Indonesia.

4. Gerakan Mahasiswa 1966
Suasana Indonesia pada masa-masa awal kemerdekaan hingga Demokrasi Parlementer,lebih diwarnai perjuangan partai-partai politik yang saling bertarung berebut kekuasaan. Pada saat yang sama mahasiswa sendiri lebih melihat diri mereka sendiri sebagai The Future Man ; artinya, sebagai calon elit yang akan mengisi pos-pos birokrasi pemerintahan yang akan dibangun. Dalam periode ini, pola kegiatan mahasiswa kebanyakan diisi dengan kegiatan sosial seperti piknik, olahraga, pers, dan klub belajar. Hal ini juga sebagian karena dipengaruhi oleh munculnya orientasi pemikiran untuk kembali ke kampus dan slogan kebebasan akademik yang membius semangat mahasiswa saat itu. Hanya sedikit perhatian diantara mereka untuk memikirkan masalah-masalah politik.

Namun demikian, di satu sisi masa itu juga ditandai dengan mulai aktifnya organisasi mahasiswa yang tumbuh berafiliasi partai politik dan aktivis mahasiswa yang memiliki hubungan dekat dengan elit politik nasional yang berperan dalam sistem politik.
Di sisi lain, ada pula perkembangan menarik yang terjadi dengan tumbuhnya aliansi antara kelompok-kelompok mahasiswa, diantaranya Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI), yang dibentuk melalui Kongres Mahasiswa yang pertama di Malang tahun 1947.
Selanjutnya, dalam masa Demokrasi Liberal (1950-1959), seiring dengan penerapan sistem kepartaian yang majemuk saat itu, organisasi mahasiswa ekstra kampus kebanyakan lebih bersifat underbouw partai-partai politik. Misalnya, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dekat dengan PNI, Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dekat dengan PKI, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos) dengan PSI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berafiliasi dengan Partai NU, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan Masyumi, dan lain-lain.
Diantara organisasi mahasiswa pada masa itu, CGMI mendapatkan suasana menggembirakan setelah PKI tampil sebagai salah satu partai kuat hasil Pemilu 1955. Sebagai wujud kegembiraan namun sekaligus kepongahan, CGMI secara berani menjalankan politik konfrontasi dengan organisasi mahasiswa lainnya, bahkan lebih jauh berusaha mempengaruhi PPMI, kenyataan ini menyebabkan perseteruan sengit antara CGMI dengan HMI, terutama dipicu karena banyaknya jabatan kepengurusan dalam PPMI yang direbut dan diduduki oleh CGMI dan juga GMNI-khususnya setelah Konggres V tahun 1961. Persaingan ini mencapai puncak nantinya tatkala terjadi G30S/PKI.

Pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965), seiring dengan upaya pemerintahan Soekarno untuk mengubur partai-partai, maka kebanyakan organisasi mahasiswa pun membebaskan diri dari afiliasi partai dan tampil sebagai aktor kekuatan independen, sebagai kekuatan moral maupun politik yang nyata.
Tragedi nasional pemberontakan G30S/PKI dan kepemimpinan nasional yang mulai otoriter akhirnya menyebabkan Demokrasi Terpimpin mengalami keruntuhan.
Mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober 1966 yang merupakan hasil kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb, yakni HMI,PMII,Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI). Tujuan pendiriannya, terutama agar para aktivis mahasiswa dalam melancarkan perlawanan terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi dan memiliki kepemimpinan.
Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), dan lain-lain.

5. Gerakan Mahasiswa 1974
Realitas berbeda yang dihadapi antara gerakan mahasiswa 1966 dan 1974, adalah bahwa jika generasi 1966 memiliki hubungan yang erat dengan kekuatan militer, untuk generasi 1974 yang dialami adalah konfrontasi dengan militer yang berposisi sebagai pendukung kemapanan.
Sebelum gerakan mahasiswa 1974 meledak, bahkan sebelum menginjak awal 1970-an, sebenarnya para mahasiswa telah melancarkan berbagai kritik dan koreksi terhadap praktek kekuasaan rezim Orde Baru.namun meskipun demikian pada umumnya kepercayaan terhadap rezim yang berkuasa tetap ada.
Tetapi, kesabaran mahasiswa mulai menuju titik batasnya setelah penantian akan terkabulnya cita-citanya perubahan yang dijanjikan tidak mendapatkan respon yang sewajarnya. Diawali dengan reaksi terhadap kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), aksi protes lainnya yang paling mengemuka disuarakan mahasiswa adalah tuntutan pemberantasan korupsi. Lahirlah, selanjutnya apa yang disebut gerakan “Mahasiswa Menggugat”yang dimotori Arif Budiman,dkk yang progaram utamanya adalah aksi pengecaman terhadap kenaikan BBM, dan korupsi.

Menyusul aksi-aksi lain dalam skala yang lebih luas, pemuda dan mahasiswa kemudian mengambil inisiatif dengan membentuk Komite Anti Korupsi (KAK). Terbentuknya KAK ini dapat dilihat merupakan reaksi kekecewaan mahasiswa terhadap tim-tim khusus yang disponsori pemerintah, mulai dari Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), Task Force UI sampai Komisi Empat.
Berbagai borok pembangunan dan demoralisasi perilaku kekuasaan rezim Orde Baru terus mencuat. Menjelang Pemilu 1971, pemerintah Orde Baru telah melakukan berbagai cara dalam bentuk rekayasa politik, untuk mempertahankan dan memapankan status quo dengan mengkooptasi kekuatan-kekuatan politik masyarakat antara lain melalui bentuk perundang-undangan. Misalnya, melalui undang-undang yang mengatur tentang pemilu, partai politik, dan MPR/DPR/DPRD.
Akibat dari permainan rekayasa dan kebijakan kooptasi tersebut, muncul berbagai pernyataan sikap ketidakpercayaan dari kalangan masyarakat maupun mahasiswa terhadap sembilan partai politik dan Golongan Karya sebagai pembawa aspirasi rakyat. Sebagai bentuk protes akibat kekecewaan, mereka mendorang munculnya Deklarasi Golongan Putih (Golput) pada tanggal 28 Mei 1971 yang dimotori oleh Arif Budiman, Adnan Buyung N, Asmara Nababan,dkk.

Dalam tahun 1971, mahasiswa juga telah melancarkan berbagai protes terhadap pemborosan anggaran negara yang digunakan untuk proyek-proyek eksklusif yang dinilai tidak mendesak dalam pembangunan,misalnya terhadap proyek pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di saat Indonesia haus akan bantuan luar negeri.
Protes terus berlanjut. Tahun 1972, dengan isu harga beras naik, berikutnya tahun 1973 selalu diwarnai dengan isu korupsi sampai dengan meletusnya peristiwa Malari tahun 1974. Gerakan mahasiswa di Jakarta mngajukan isu ”ganyang korupsi” sebagai salah satu tuntutan “Tritura Baru” disamping dua tuntutan lainnya Bubarkan Asisten Pribadi dan Turunkan Harga; sebuah versi terakhir Tritura yang muncul setelah versi koran Mahasiswa Indonesia di Bandung sebelumnya.
Terlepas dari semua distorsi mengenai kisah gerakan mahasiswa 1974,antara lain: tidak adanya perubahan monumental yang ditinggalkan, gerakan mahasiswa yang ditunggangi, konflik dan konspirasi elit di pusat kekuasaan versi Jenderal Sumitro versus Ali Moertopo, dll bagaimana pun harus diakui bahwa perjuangan mahasiswa 1974 telah menjadi sebuah episode yang bersejarah.

6. Gerakan Mahasiswa 1978
Setelah peristiwa Malari, hingga tahun 1975 dan 1976, berita tentang aksi protes mahasiswa nyaris sepi. Mahasiswa disibukkan dengan berbagai kegiatan kampus disamping kuliah sebagain kegiatan rutin, dihiasi dengan aktivitas kerja sosial, Kuliah Kerja Nyata (KKN), Dies Natalis, acara penerimaan mahasiswa baru, dan wisuda sarjana. Meskipun disana-sini aksi protes tetap ada namun aksi-aksi itu pada umumnya tidak lagi gaung yang berarti.

Menjelang dan terutama saat-saat antara sebelum dan setelah Pemilu 1977, barulah muncul kembali pergolakan mahasiswa yang berskala masif.Berbagai masalah penyimpangan politik diangkat sebagai burning isu, misalnya soal pemilu mulai dari pelaksanaan kampanye, sampai penusukan tanda gambar, pola rekruitmen anggota legislatif, pemilihan gubernur dan bupati di daerah-daerah, strategi dan hakekat pembangunan, sampai dengan tema-tema kecil lainnya yang bersifat “lokal”.
Awalnya, pemerintah berusaha untuk melakukan pendekatan terhadap mahasiswa, maka pada tanggal 24 Juli 1977 dibentuklah Tim Dialog Pemerintah yang akan “berkampanye”di berbagai perguruan tinggi. Namun demikian , upaya tim ini ditolak oleh mahasiswa.

Mahasiswa bukan tidak memahami ataupun menyadari berbagai risiko buruk yang bakal dialami akibat gerakan protes mereka. Justru karena itulah, untuk menjaga agar dampak gerakan tidak mengulangi kembali malapetaka 1974, mahasiswa mempertahankan gerakan aksi mereka sebagai gerakan moral semata. Artinya, bahwa gerakan mereka lebih menonjolkan perannya sebagai kekuatan moral dan kontrol kritis terhadap berbagai penyimpangan kekuasaan, dan bukan sebagai aksi yang berorientasi politik praktis, serta menghindarkan pengaruh vested interest kelompok politik tertentu yang ingin memperalat atau “mengendarai” gerakan mahasiswa.
Pada titik ini ada yang menarik untuk dicatat yaitu terjadinya pendudukan militer atas kampus-kampus itu; disamping penyebabnya adalah karena mahasiswa dianggap telah melakukan “pembangkangan politik”, penyebab lain sebenarnya adalah karena gerakan mahasiswa 1978 lebih banyak berkonsentrasi dalam melakukan aksi diwilayah kampus.
Jadi, karena gerakan mahasiswa tidak terpancing keluar kampus untuk mennghindari seperti tahun 1974, maka akhirnya mereka diserbu militer,malahan dengan cara yang brutal.

Akhir cerita, Soeharto terpilih untuk ketiga kalinya dan tuntutan mahasiswa pun tidak membuahkan hasil. Meski demikian, perjuangan gerakan mahasiswa 1978 telah meletakkan sebuah dasar sejarah, yakni tumbuhnya keberanian mahasiswa untuk menyatakan sikap terbuka untuk menggugat bahkan menolak kepemimpinan nasional.

7. Gerakan Mahasiswa di Era NKK/BKK
Setelah gerakan mahasiswa 1978, praktis tidak ada gerakan besar yang dilakukan mahasiswa selama beberapa tahun akibat diberlakukannya konsep Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) oleh pemerintah secara paksa.
Kebijakan NKK dilaksanakan berdasarkan SK No.0156/U/1978 sesaat setelah Dooed Yusuf dilantik tahun 1979. Konsep ini mencoba mengarahkan mahasiswa hanya menuju pada jalur kegiatan akademik,dan menjauhkan dari aktivitas politik karena dinilai secara nyata dapat membahayakan posisi rezim. Menyusul pemberlakuan konsep NKK,pemerintah dalam hal ini Pangkopkamtib Soedomo melakukan pembekuan atas lembaga Dewan Mahasiswa, sebagai gantinya pemerintah membentuk struktur keorganisasian baru yang disebut BKK. Berdasarkan SK menteri P&K No.037/U/1979 kebijakan ini membahas tentang Bentuk Susunan Lembaga Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi, dan dimantapkan dengan penjelasan teknis melalui Instruksi Dirjen Pendidikan Tinggi tahun 1978 tentang pokok-pokok pelaksanaan penataan kembali lembaga kemahasiswaan di Perguruan Tinggi.

Kebijakan BKK itu secara implisif sebenarnya melarang dihidupkannya kembali Dewan Mahasiswa, dan hanya mengijinkan pembentukan organisasi mahasiswa tingkat fakultas (Senat Mahasiswa Fakultas-SMF) dan Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF). Namun hal yang terpenting dari SK ini terutama pemberian wewenang kekuasaan kepada rektor dan pembantu rektor untuk menentukan kegiatan mahasiswa, yang menurutnya sebagai wujud tanggung jawab pembentukan,pengarahan,dan pengembangan lembaga kemahasiswaan.
Dengan konsep NKK/BKK ini, maka peranan yang dimainkan organisasi intra dan ekstra kampus dalam melakukan kerjasama dan transaksi komunikasi politik menjadi lumpuh. Ditambah dengan munculnya UU No.8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan maka politik praktis semakin tidak diminati oleh mahasiswa, karena sebagian Ormas bahkan menjadi alat pemerintah atau golongan politik tertentu. Kondisi ini menimbulkan generasi kampus yang apatis,sementara posisi rezim semakin kuat.

Sebagai alternatif terhadap suasana birokratis dan apolitis wadah intra kampus, di awal-awal tahun 80-an muncul kelompok-kelompok studi yang dianggap mungkin tidak tersentuh kekuasaan refresif penguasa. Kenyataannya, kelompok studi lebih berfungsi sebagai information actions dengan tujuan the distribution of critical information bagi mahasiswa. Dalam perkembangannya eksistensi kelompok ini mulai digeser oleh kehadiran wadah-wadah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tumbuh subur pula sebagai alternatif gerakan mahasiswa.
Perbedaan kedua bentuk wadah ini adalah : jika kelompok studi merupakan bentuk pelarian dari kepengapan kampus dengan ciri gerakannya yang bersifat teoritis, maka LSM menjadi tempat pelarian mahasiswa yang memilih jalur praktis.
Dalam perkembangan berikutnya bermunculan pula berbagai wadah-wadah lain berupa komite-komite aksi untuk merawat kesadaran kritis mahasiswa.
Beberapa kasus “lokal” yang disuarakan LSM dan komite aksi mahasiswa antara lain: kasus tanah waduk Kedung Ombo, Kacapiring, korupsi di Bapindo, penghapusan perjudian melalui Porkas/TSSB/SDSB, dsb.

Timbul beberapa pertanyaan mengapa gerakan mahasiswa umumnya hanya mengusung agenda isu lokal dan cenderung marjinal ? mungkin jawabannya adalah :
1. Ketidakberanian untuk menyentuh masalah yang dinilai terlalu sensitif,dan bebannya berat secara politis.
2. Ketidaksanggupan menangkap dan mengungkapkan masalah-masalah fundamental yang lebih signifikan terutama yang bersifat politik nasional sebagai burning issue.
3. Strategi mahasiswa dengan mempertimbangkan kondisi struktural sistem politik Orde Baru yang terlalu mudah bertindak represif.

Jawaban-jawaban tersebut sangat terbuka untuk diperdebatkan, tetapi ada efek lain yang tampaknya harus diperhitungkan,bahwa justru dengan kecenderungan mengangkat isu-isu lokal dan bergerak di wilayah pinggiran itu, disadari atau tidak mahasiswa telah melakukan revitalisasi orientasi model pendekatan dengan membangkitkan kesadaran dan kepercayaan diri rakyat agar mempertahankan dan memperjuangkan hak-hak individu dan sosialnya.

8. Gerakan mahasiswa 1990
Memasuki awal tahun 1990-an, di bawah Mendikbud Fuad Hasan kebijakan NKK/BKK dicabut dan sebagai gantinya keluar Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (PUOK). Melalui PUOK ini ditetapkan bahwa organisasi kemahasiswaan intra kampus yang diakui adalah Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT), yang didalamnya terdiri dari Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Dikalangan mahasiswa secara kelembagaan dan personal terjadi pro kontra, menamggapi SK tersebut. Oleh mereka yang menerima, diakui konsep ini memiliki sejumlah kelemahan namun dipercaya dapat menjadi basis konsolidasi kekuatan gerakan mahasiswa. Argumen mahasiswa yang menolak mengatakan, bahwa konsep SMPT tidak lain hanya semacam hiden agenda untuk menarik mahasiswa ke kampus dan memotong kemungkinan aliansi mahasiswa dengan kekuatan di luar kampus.

Dalam perkembangan kemudian, banyak timbul kekecewaan di berbagai perguruan tinggi karena kegagalan konsep ini dalam eksperimentasi demokrasi. Mahasiswa menuntut organisasi kampus yang mandiri, bebas dari pengaruh korporatisasi negara termasuk birokrasi kampus. Sehingga, tidaklah mengherankan bila akhirnya berdiri Dewan Mahasiswa di UGM tahun 1994 yang kemudian diikuti oleh berbagai perguruan tinggi di tanah air sebagai landasan bagi pendirian model organisasi kemahasiswaan alternatif yang independen.
Dengan dihidupkannya model-model kelembagaan yang lebih independen, meski tidak persis serupa dengan Dewan Mahasiswa yang pernah berjaya sebelumnya upaya perjuangan mahasiswa untuk membangun kemandirian melalui SMPT, menjadi awal kebangkitan kembali mahasiswa ditahun 1990-an.
9. Gerakan Mahasiswa 1998
Lahirnya gerakan mahasiswa 1998 dengan segala keberhasilannya meruntuhkan kekuasaan rezim orde baru, bagaimanapun merupakan akibat dari akumulasi ketidakpuasan dan kekecewaan politik yang telah bergejolak selama puluhan tahun dan akhirnya “meledak”.
Secara obyektif situasi pada saat itu, sangat kondusif bagi gerakan mahasiswa berperan sebagai agen perubahan. Krisis legitimasi politik yang sudah diambang batas, justru terjadi bersamaan dengan datangnya badai krisis moneter di berbagai sektor. Di sisi lain secara subyektif, gerakan mahasiswa 1998 telah belajar banyak dari gerakan 1966 dengan mengubah pola gerakan dari kekuatan ekslusif ke inklusif dan menjadi bagian dari kekuatan rakyat,

Sasaran dari tuntutan “Reformasi” gerakan mahasiswa dan kelompok-kelompok lain yang beroposisi terhadap rezim Orde Baru, antara lain adalah perubahan kepemimpinan nasional. Soeharto harus diruntuhkan dari kekuasaan, tidak akan ada reformasi selama Soeharto masih berkuasa. Namun demikian, kenyataan menunjukkan suara-suara kritis yang menuntut perubahan, tidak mendapatkan jawaban sebagaimana yang diharapkan dari rezim yang berkuasa, terlebih oleh Golongan Karya (Golkar) yang dengan enteng mencalonkan kembali Soeharto. Menjelang pelaksanaan Sidang Umum MPR 1998, dari kalangan tokoh-tokoh kritis mengajukan calon alternatif Presiden maupun Wakil Presiden, antara lain: Amien Rais, Megawati Soekarnoputri, dan Emil Salim.
Kenyataan menunjukkan, calon-calon tandingan versi masyarakat tidak mendapatkan tanggapan dari kekuatan politik di MPR, Soeharto dipilih kembali sebagai Presiden dan B.J. Habibie sebagai Wakil Presiden. Aksi-aksi mahasiswa yang marak mengajukan protes dan keprihatinan, seolah-olah dianggap angin lalu, sedangkan hasil-hasil dialog dengan berbagai fraksi menuntut agenda Reformasi hanya “ditampung” dalam artian kasar = ditolak.

Berbagai kontroversi kemudian timbul dimasyarakat, berkenaan dengan pengalihan kekuasaan ini. Pertama, pandangan yang melihat hal itu sebagai proses inkonstitusional dan sebaliknya pandangan kedua, yang menganggapnya sudah konstitusional. Sikap ABRI terhadap proses peralihan ini secara formal adalah mendukung, lalu bagaiman dengan mahasiswa ?

Menyambut turunnya Soeharto, sejenak mahasiswa benar-benar diliputi kegembiraan. Perjuangan mereka satu langkah telah berhasil,tetapi kemudian timbul keretakan di antara kelompok-kelompok mahasiswa mengenai sikap mahasiswa terhadap peralihan kekuasaan dari Soeharto ke Habibie. Berhadapan dengan peristiwa peralihan ini mahasiswa tidak siap, mereka hanya dipersatukan oleh isu utama perlunya Soeharto dipaksa untuk mengundurkan diri. Soal yang terjadi kemudian, agaknya jauh dari antisipasi mahasiswa dan pro reformasi.
Tetapi bagaimanapun, mahasiswa 1998 melalui perjuangannya telah memberikan sesuatu hal yang monumental bagi bangsa Indonesia untuk menciptakan tatanan kenegaraan yang lebih baik di masa depan.
Satu hal yang harus diingat, Reformasi Total merupakan sebuah proses yang tidak sekali jadi, tetapi membutuhkan waktu dan political will yang sungguh-sungguh dari pemegang kekuasaan. Karena itu, kontrol kritis dan tekanan politik dari mahasiswa harus tetap ada di masa sekarang dan akan datang.


DAFTAR PUSTAKA

Adi Suryadi Culla , Patah Tumbuh Hilang Berganti : Sketsa Pergolakan Mahasiswa dalam Politik dan Sejarah Indonesia ( 1908-1998).
A.K. Pringgodigdo SH , Sejarah Pergolakan Rakyat Indonesia.
Sekretariat Negara Republik Indonesia , GERAKAN 30 SEPTEMBER Pemberontakan Partai Komunis Indonesia : Latar belakang, aksi, dan penumpasannya.
Manai Sophiaan , Kehormatan bagi yang berhak : Bung Karno tidak terlibat G 30 S/PKI.
Todiruan Dydo , Pergolakan Politik Tentara : sebelum dan sesudah G 30 S/PKI.
Drs. M.Rusli Karim , Perjalanan Partai Politik di Indonesia : sebuah potret pasang surut.

PS : Tulisan ini materi Kaderisasi Tahap 1, Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI)

Baca Selanjutnya..

Marhaenisme


AKU baru berumur 20 tahun ketika suatu ilham politik jang kuat menerangi pikiranku. Mula-mula ia hanja berupa kuntjup dari suatu pemikiran jang mengorek-ngorek otakku, akan tetapi tidak lama kemudian ia mendjadi landasan tempat pergerakan kami berdiri. Dikepulauan kami terdapat pekerdja-pekerdja jang bahkan lebih miskin daripada tikus-geredja dan dalam segi keuangan terlalu menjendihkan untuk bisa bangkit dibidang sosial, politik dan ekonomi. Sungguhpun demikian masing-masing mendjadi madjikan sendiri. Mereka tidak terikat kepada siapapun. Dia mendjadi kusir gerobak kudanja, dia mendjadi pemilik dari kuda dan gerobak itu dan dia tidak mempekerdjakan buruh lain. Dan terdapatlah nelajan-nelajan jang bekerdja sendiri dengan alat-alat—seperti tongkat-kail, kailnja dan perahu— kepunjaan sendiri. Dan begitupun para petani jang mendjadi pemilik tunggal dari sawahnja dan pemakai tunggal dari hasilnja. Orang-orang sematjam ini meliputi bagian terbanjak dari rakjat kami. Semua mendjadi pemilik dari alat produksi mereka sendiri, djadi mereka bukanlah rakjat proletar. Mereka punja sifat chas tersendiri. Mereka tidak termasuk dalam salahsatu bentuk penggolongan. Kalau begitu, apakah mereka ini sesungguhnja ? Itulah jang mendjadi renunganku berhari-hari, bermalam-malam dan berbulan-bulan. Apakah sesungguhnja saudaraku bangsa Indonesia itu ? Apakah namanja para pekerdja jang demikian, jang oleh ahli ekonomi disebut dengan istilah ,,Penderita Minimum" ?- Disuatu pagi jang indah aku bangun dengan keinginan untuk tidak mengikuti lculiah—ini bulcan tidak sering terdjadi. Otakku sudah terlalu penuh dengan soal-soal politik, sehingga tidak mungkin memusatkan perhatian pada studi.

Sementara mendajung sepeda tanpa tudjuan—sambil berpikir—alcu sampai dibagian selatan kota Bandung, suatu daerah pertanian jang padat dimana orang dapat menjaksikan para petani mengerdjakar. sawahnja jang ketjil, jang masing-masing luasnja kurang dari sepertiga hektar. Oleh karena boberapa hal perhatianku tertudju pada seorang petani jang sedang mentjangkul tanah mrliknja. Dia seorang diri. Pakaiannja sudah lusuh. Gambaran jang chas ini kupandang sebagai perlambang daripada rakjatku. Aku berdiri disana sedjenak memperhatikannja dengan diam. Karena orang Indonesia adalah bangsa jang ramah, maka aku mendekatinja. Aku bertanja dalam bahasa Sunda, ,,Siapa jang punja semua jang engkau kerdja-kan sekarang ini ?"
Dia berkata kepadaku, ,,Saja, djuragan."
Aku bertanja lagi, ,,Apakah engkau memiliki tanah ini bersama-sama dengan orang lain ?"
,,0, tidak, gan. Saja sendiri jang punja."
,,Tanah ini kaubeli ?"
,,Tidak. Warisan bapak kepada anak turun-temurun."
Ketika ia terus menggali, akupun mulai menggali.........aku menggali setjara mental. Pikiranku mulai bekerdja. Aku memikirkan teoriku. Dan semakin keras aku berpikir, tanjaku semakin bertubi-tubi pula. ,,Bagairnana dengan sekopmu ? Sekop ini ketjil, tapi apa-ka'il kepunjaanmu djuga ?"
,,Ja, gan."
,,Dan tjangkul ?"
,,Ja, gan."
,,Badjak ?"
,,Saja punja, gan."
,,Untuk siapa hasil jang kaukerdjakan ?"
,,Untuk saja, gan."
,,Apakah tjukup untuk kebutuhanmu ?"
la mengangkat bahu sebagai membela diri. ,,Bagaimana sawah jang begini ketjil bisa tjukup untuk seorang isteri dan empat orang anak ?"
,,Apakah ada jang didjual dari hasilmu ?" tanjaku.
,,Hasilnja sekedar tjukup untuk makan kami. Tidak ada lebihnja untuk didjual."
,,Kau mempekerdjakan orang lain ?"
,,Tidak, djuragan. Saja tidak dapat membajarnja."
,,Apakah engkau pernah memburuh ?"
,,Tidak, gan. Saja harus membanting-tulang, akan tetapi djerih-pajah saja semua untuk saja."
Aku menundjuk kesebuah pondok ketjil, ,,Siapa jang punja rumah itu ?",,Itu gubuk saja, gan. Hanja gubuk ketjil sadja, tapi kepunjaan saja sendiri.",,Djadi kalau begitu," kataku sambil ~nenjaring pikiranku sendiri ketika kami berbitjara, ,,Semua ini engkau punja ?",,Ja, gan."Kemudian aku menanjakan nama petani muda itu. Ia menjebut namanja. ,,Marhaen." Marhaen adalah nama jang blasa seperti Smith dan Jones. Disaat itu sinar ilham menggenangi otakku. Aku akan memakai nama itu untuk rnenamai semua orang Indonesia bernasib malang seperti itu ! Semendjak itu kunamakan rakjatku rakjat Marhaen. Selandjutnja dihari itu aku mendajung sepeda berkeliling mengolah pengertianku jang baru. Aku memperlantjarnja. Aku mempersiapkan kata-kataku dengan hati-hati. Dan malamnja aku memberikan indoktrinasi mengenai hal itu kepada kumpulan pemudaku.,,Petani-petani kita mengusahakan bidang tanah jang sangat ketjil sekali. Mereka adalah korban dari sistim feodal, dimana pada mulanja petani pertama diperas oleh bangsawan jang pertama dan seterusnja sampai keanak-tjutjunja selama berabad-abad. Rakjat jang bukan petanipun mendjadi korban daripada imperialisme perdagangan Belanda, karena nenek-mojangnja telah dipaksa untuk hanja bergerak dibidang usaha jang ketjil sekedar bisa memperpandjang hidupnja. Rakjat jang mendjadi korban ini, jang rneliputi hampir seluruh pen duduk Indonesia, adalah Marhaen." Aku menundjuk seorang tukang gerobak, ,,Engkau....... engkau jang disana. Apakah engkau bekerdja dipabrik untuk orang lain ?",,Tidak," katanja.,,Kalau begitu engkau adalah Marhaen." Aku menggerakkan tangan kearah seorang tukang sate. ,,Engkau...... engkau tidak punja pembantu, tidak punja madjikan engkau djuga seorang Marhaen. Seorang Marhaen adalah orang jang mempunjai alat-alat jang sedikit, orang ketjil dengan milik ketjil, dengan alat-alat ketjil, sekedar tjukup untuk dirinja sendiri. Bangsa kita jang puluhan djuta djiwa, jang sudah dimelaratkan, bekerdja bukan untuk orang lain dan tidak ada orang bekerdja untuk dia. Tidak ada penghisapan tenaga seseorang oleh orang lain. Marhaenisme adalah Sosialisme Indonesia dalam praktek." Perkataan ,,Marhaenisme" adaiah lambang dari penemuan kembali kepribadian nasional kami. Begitupun nama tanah-air kami harus mendjadi lambang. Perkataan ,,Indonesia" berasal dari seorang ahli purbakala bangsa Djerman bernama Jordan, jang beladjar dinegeri Belanda. Studi chususnja mengenai Rantaian Kepulauan kami. Karena kepulauan ini setjara geografis berdekatan dengan India, ia namakanlah ,,Kepulauan dari India". Nesos adalah bahasa Junani untuk perkataan pulau-pulau, sehingga mendjadi Indusnesos jang achirnja mendjadi Indonesia. Ketika kami merasakan perlunja untuk menggabungkan pulau-pulau kami mendjadi satu kesatuan jang besar, kami berpegang teguh pada nama ini dan mengisinja dengan pengertian-pengertian politik hingga iapun mendjadi pembirnbing dari kepribadian nasional. Ini terdjadi ditahun 1922-1923.Dalam tahun-tahun inilah, ketika kami sebagai bangsa jang dihinakan diperlakukan seperti sampah diatas bumi oleh orang jang menaklukkan kami. Karni tidak dibolehkan apa-apa. Ditindas dibawah tumit pada setiap kali, bahkan kami dilarang mengutjapkan perkataan ,,lndonesia". Telah terdjadi sekali ditengah berapi-apinja pidatoku, kata ,,lndonesia" melompat dari mulutku. ,,Stop........stop........."perintah polisi. Mereka meniup peluitnja. Mereka memukulkan tongkatnja. ,,Dilarang samasekali mengutjapkan perkataan itu ...........hentikan pertemuan " Dan pertemuan itu dengan segera dihentikan. Di Surabaja aku tak ubah seperti seekor burung jang mentjari-tjari tempat untuk bersarang. Akan tetapi di Bandung aku sudah mendjadi dewasa. Bentuk fisikku berkembang dengan sewasjarnja. Bintang matinee Amerika jang mendjadi idaman didjaman itu adalah Norman Kerry dan, supaja kelihatan lebih tua dan lebih ganteng, aku memelihara kumis seperti Kerry. Tapi sajang, kumisku tidak melengkung keatas pada udjung-udjungnja seperti knmis bintang itu. Dan isteriku menjatakan, bahwa Charlie Chaplinlah jang berhasil kutiru. Achiroja usahaku satu-satunja untuk meniru seseorang berachir dengan kegagalan jang menjedihkan dan semua pikiran itu kemudian kulepaskan segera dari ingatan. Ditahun 1922 aku untuk pertamakali mendapat kesukaran. Ketilka itu diadakan rapat besar disuatu lapangan terbuka dikota Bandung. Seluruh lapangan menghitam oleh manusia. Ini adalah rapat Radicale Concentratie, suatu rapat raksasa jang diorganisir oleh seluruh organisasi kebangsaan sehingga wakil-wakil dari setiap partai jang ada dapat berkumpul bersama untuk satu tudjuan, jaitu memprotes berbagai persoalan sekaligus. Setiap pemimpin berpidato. Dan aku, aku baru seorang pemuda. Hanja mendengarkan. Akan tetapi tiiba-tiba terasa olehku suatu dorongan jang keras untuk mengutjapkan sesuatu. Aku tidak bisa mengendalikan diriku sendiri. Mereka semua membitjarakan omongkosong. Seperti biasa mereka meminta-minta. Mereka tidak menuntut.Naiklah tangan jang berapi-api dari Sukarno, mertjusuar dari Perkumpulan Pemuda, untuk minta izin ketua agar diberi kesempatan berpidato dihadapan rapat.,,Saja ingin berbitjara," aku berteriak.,,Silakan," ketua berteriak kembali.Disana ada P.I.D., Polisi Rahasia Belanda, jang bersebar disegala pendjuru Tepat dimukaku berdiri seorang polisi bermuka merah mengantjam dan berbadan besar. Ini adalah alat jang berkuasa jaitu kulitputih. Hanja dia sendiri jang dapat menjetopku. Dia seorang dirinja, dapat membubarkan rapat. Dia seorang dirinja, dengan kekuasaan jang ada padanja dapat mentjerai-beraikan pertemuan kami dan mendjebloskanku kedalam tahanan. Akan tetapi aku masih muda, tidak mau peduli dan penuh semangat. Djadi naiklah aku kemimbar dan mulai berteriak, ,,Mengapa sebuah gunung seperti gunung Kelud meledak ? Ia meledak oleh karena lobang kepundannja tersumbat Ia meledak oleh karena tidak ada djalan bagi kekuatan-kekuatan jang terpendam untuk membebaskan dirinja. Kekuatan-kekuatan jang terpendam itu bertumpuk sedikit demi sedikit dan...........DORRR. Keseluruhan itu meletus.,,Kedjadian ini tidak ada bedanja dengan Gerakan Kebangsaan kita Kalau Belanda tetap menutup mulut kita dan kita tidak diperbolehkan untuk mentjari djalan keluar bagi perasaan-perasaan kita jang sudah penuh, maka saudara-saudara, njonja-njonja dan tuan-tuan, suatu saat akan terdjadi pula ledakan dengan kita..Dan manakala perasaan kita meletus, Den Haag akan terbang keudara. Dengan ini saja menantang Pemerintah Kolanial jang membendung perasaan kita.
Dari sudut mataku aku melihat Komisaris Polisi itu menudju kedepan untuk mentjegahku terus berbitjara, akan tetapi aku begitu bersemangat dan menggeledek terus.,,Apa gunanja kita puluhan ribu banjaknja berkumpul disini djikalau jang kita kerdjakan hanja menghasilkan petisi ? Mengapa kita selalu merendah diri memohon kepada 'Pemerintah' untuk meminta kebaikan hatinja supaja mendirikan sebuah sekolah untuk kita ? Bukankah itu suatu Politik Berlutut ? Bukankah itu suatu politik memohon dengan mendatangi Jang Dipertuan Gubernur Djendral Hindia Belanda, jang dengan rnemakai dasi hitam menerima delegasi jang membungkuk-bungkuk dan menundjukkan penghargaan kepadanja dan menjerahkan kepada pertimbangannja suatu petisi ? Dan merendah diri memohon pengurangan padjak? Kita merendah diri....memohon, merendah diri memohon.........Inilah kata-kata jang selalu dipakai oleh pemimpin-pemimpin kita.,,Sampai sekarang kita tidak pernah mendjadi penjerang. Gerakan kita bukan gerakan jang mendesak, akan tetapi gerakan kita adalah gerakan jang meminta-minta. Tak satupun jang pernah diberikannja karena kasihan. Marilah kita sekarang mendjalankan politik pertjaja pada diri sendiri dengan tidak mengemis-ngemis. Hajo kita berhenti mergemis. Sebalikn.ja, hajo kita berteriak, ,,Tuan Imperialis, inilah jang kami TUNTUT !"Kemudian, polisi-polisi jang mahakuasa dan mahakuat ini, jang punja kekuasaan untuk menghentikan rapat ini, bertindak. Mereka menjetop rapat dan menjetopku. Heyne, Kepala Polisi Kota Bandung, sangat marah. Sambil menjiku kanan-kiri melalui rakjat jang berdiri berdjedjal-djedjal, ia melompat keatas mimbar, menarikku kebawah dan mengumumkan, ,,Tuan Ketua, sekarang saja menjetop seluruh pertemuan. Habis. Tamat. Selesai. Tuan-tuan semua dibubarkan. Sernua pulang sekarang. KELUAR !" Begitu pertamakali Sukarno membuka mulutnja, ia segera harus berhubungan dengan hukum. Dengan tjepat aku mendjadi buah-tutur orang dan setiap orang mengetahui nama Sukarno. Aku memperoleh inti pengikut jang kuat. Akan tetapi, sajang, akupun mengembangkan pengikut jang banyak diantara polisi Belanda. Kemanapun aku pergi mereka ikuti. Maka mendjalarlah dari mulut kemulut: ,,Di Sekolah Teknik Tinggi ada seorang pengatjau. Awasi dia." Dengan satu pidato si Karno—jang pendiam, jang suka menarik diri dan ditjintai membuat musuh-musuh djadi geger dan selama 20 tahun kemudian aku tak pernah ditjoret dari daftar hitam mereka. Prestasiku jang pertama ini menimbulkan kegemparan hebat, sehingga aku segera dipanggil kekantor Presiden universitas. ,,Kalau engkau ingin melandjutkan peladjaran disini," Professor Klopper memperingatkan, ,Engkau harus bertekun pada studimu. Saja tidak keberatan djika seorang mahasiswa mempunjai tjita-tjita politik, akan tetapi haruslah diingat bahwa ia pertama dan paling utama memenuhi kewadjiban sebagai seorang mahasiswa. Engkau harus berdjandji, mulai hari ini tidak akan ikut-tjampur dalam gerakan politik."Aku tidak berdusta kepadanja. Aku menerangkan persoalanku dengan djudjur. ,,Professor, apa jang akan saja djandjikan ialah, bahwa saja tidak akan melalaikan peladjaran-peladjaran jang tuan berikan dalam kuliah.",,Bukan itu jang saja minta kepadamu.",,Hanja itu jang dapat saja djandjikan, Professor. Akan tetapi djandji ini saja berikan dengan sepenuh hati. Saja berdjandji dengan kesungguhan hati untuk menjediakan lebih banjak waktu pada studi saja." Ia sangat baik mengenai hal ini. ,,Apakah kata-katamu dapat saja pegang, bahwa engkau akan berhenti berpidato dalam rapat umum selama masih dalam studi ?",,Ja, Professor," aku berdjandji, ,,Tuan memegang utjapan saja jang sungguh-sungguh."Dan djandji ini kupegang teguh. Berbitjara dihadapan massa bagiku lebih daripada segala-galanja untuk mana aku hidup. Oleh karena aku tidak dapat berbitjara membangkitkan semangat rakjatdjelata dalam keadaan sesungguhnja maka kulakukanlah ini dalam chajalan. Pada suatu malam rumah Inggit jang disediakan djuga untuk bajar-makan penuh dan kami terpaksa membagi tempat. Aku membagi tempat-tidurku dengan seorang peladjar. Ditengah malam aku diserang oleh suatu desakan untuk berpidato dengan nafsu jang bernjala-njala, seakan-akan aku berbitjara dihadapan 10.000 orang jang bersorak-sorai dengan gegap-gempita. Sambil berdiri tegak aku menganggap tempat-tidurku sebagai mimbar dan aku mulai menggegapgeletar.,,Engkau tahu apakah Indonesia ?" aku berteriak kepunggung temanku setempat-tidur. ,,Indonesia adalah pohon jang kuat dan indah ini. Indonesia adalah langit jang biru dan terang itu. Indonesia adalah mega putih jang lamban itu. Indonesia adalah udara jang hangat ini.",,Saudara-saudaraku iang tertjinta, laut jang menderu memukul-mukul kepantai ditjahaja sendja, bagiku adalah djiwanja Indonesia jang bergerak dalam gemuruhnja gelombang samudra. Bila kudengar anak-anak ketawa, aku mendengar Indonesia. Manakala aku menghirup bunga-bunga, aku menghirup Indonesia. Inilah arti tanah-air kita bagiku."Setelah beberapa djam mendengarkan perkataanku jang membakar hati, Djoko Asmo lebih memerlukan tidur daripada mendengarkan golakan perasaanku. Djam dua tengah malam dia tertidur njenjak ditengah-tengah pidatoku jang mentjatjau. Aku kehabisan tenaga samasekali sehingga ditengah pidato pembelaanku jang bersemangat akupun terhempas lena. Esok paginja kami baru tahu, bahwa kami lupa mematikan lampu. Kelambu kami hampir hangus samasekali. Lampu itu menjala sepandjang malam sampai mendjilat kebagian bawah dan kami kedua-duanja hampir kelemasan oleh udara dan asap jang hebat. Tapi untunglah. Kami tidak turut terbakar. Terpikir olehku, kalau seseorang hendak mendjadi Djuru selamat daripada bangsanja dikemudian hari untuk membebaskan rakjatnja, haruslah ia menjelamatkan dirinja sendiri lebih dulu. Aku masih terlalu banjak menjurahkan waktu untuk pemikiran politik, djadi tak dapatlah diharapkan akan mendjadi mahasiswa jang betul-betul gemilang. Kenjataan bahwa aku masih dapat melintasi batas nilai sedang sungguh mengherankan. Siapa jang beladjar ? Bukan aku. Tidak pernah. Aku mempunjai ingatan seperti bajangan gambar dan dalam pada itu aku terlalu sibuk memompakan soal-soal politik kekepalaku, sehingga tidak tersisa waktuku untuk membuka buku sekolah. Dewi dendamku adalah ilmu pasti. Aku tidak begitu kuat dalam ilmu pasti. Menggambar arsitektur bagiku sangat menarik, akan tetapi kalkulasi bangunan dan komputasi djangan tanja. Kleinste Vierkanten atau jang dinamakan Geodesi, sematjam penjelidikan tanah setjara ilrnu pasti dimana orang mengukur tanah dan beladjar membaginja dalam kaki-persegi, dalam semua ini aku gagal. Untuk udjian ilmu pasti kuakui, bahwa aku bermain tjurang. Tapi hanja sedikit. Kami semua bermain tjurang dengan berbagai djalan. Ambillah misalnja peladjaran menggambar konstruksi bangunan. Aku kuat dalam peladjaran ini. Dalam waktu udjian dosen berdjalan pulang-balik diantara medja-medja memperhatikan setiap orang. Segera setelah ia berada dibagian lain dalam ruangan ketika menghadapkan punggungnja pada kami, salah-seorang jang berdekatan mendesis, ,,Ssss, Karno, buatkan bagan untukku, kau mau ?" Aku bertukar kertas dengan dia. dengan terburu-buru membuat gambar jang kedua dan dengan tjepat menjerahkan kembali kepadanja. Kawan-kawanku membalas usaha ini dalam peladjaran Kleinste Vierkanten kalau Professor membuat tiga pertanjaan dipapan-tulis dan hanja memberi kami waktu 45 menit untuk mengerdjakannja. Kawan-kawan menempatkan kertasnja sedemikian rupa disudut bangku, sehingga aku dapat dengan mudah menjalin djawabannja. Sudah tentu aku mentjontoh dari mahasiswa jang lebih pandai dalam ilmu pasti. Tjara ini bukanlah semata-mata apa jang dinamakan orang berbuat tjurang. Di Indonesia ini adalah wadjar djika digolongkan dalam apa jang kami sebut kerdja-sama jang erat. Gotong-rojong. Alasan mengapa aku gagal dan hanja memperoleh nilai tiga adalah karena pada suatu kali sang Professor melakukan taktik litjik terhadap kami. Ia mengedjutkan kami dengan udjian lisan, dimana kami menempuhnja satu persatu. Hanja Professor dan seorang mahasiswa jang ada dalam ruangan. Aku karenanja djatuh.Semua kuliah diadjarkan dalam bahasa Belanda. Aku berpikir dalam bahasa Belanda. Bahkan sekarangpun aku memaki-maki dalam bahasa Beianda. Kalau aku mendoa kehadirat Tuhan Jang MahaKuasa, maka ini kulakukan dalam bahasa Belanda.Kurikulum kami disesuaikan menurut kebutuhan masjarakat pendjadjahan Belanda. Pengetahuan jang kupeladjari adalah pengetahuan teknik kapitalis. Misalnja, pengetahuan tentang sistim irigasi. Jang dipeladjari bukanlah tentang bagaimana tjaranja mengairi sawah dengan djalan jang terbaik. Jang diberikan hanja tentang sistem pengairan tebu dan tembakau. Ini adalah irigasi untuk kepentingan Imperialisme dan Kapitalisme. Irigasi dipeladjari tidak untuk memberi makan rakjat banjak jang kelaparan, akan tetapi untuk membikin gendut pemilik perkebunan. Peladjaran kami dalam pembuatan djalan tidak mungkin dapat menguntungkan rakjat. Djalan-djalan jang dibuat bukan melalui hutan dan antar-pulau sehingga rakjat dapat berdjalan atau bepergian lebih mudah. Kami hanja diadjar merentjanakan djalan-djalan tambahan sepandjang pantai dari pelabuhan kepelabuhan, djadi pabrik-pabrik dengan demikian dapat mengangkut hasilnja setjara maksimal dan komunikasi jang tjukup antara kapal-kapal jang berlajar. Ambillah ilmu pasti. Universitas manapun tidak memberi peladjaran rantai-ukuran. Kami diberi. Ini adalah sebuah pita jang pandjangnja 20 meter jang hanja dipakai oleh para pengawas diperkebunan-perkebunan. Diruangan bagan, kalau karni membuat rentjana kota teladan, kamipun harus menundjukkan tempat kedudukan ,,Kabupaten", jaitu tempat tinggal Bupati jang mengawasi rakjat desa membanting-tulang.Diminggu terachir ketika diadakan pelantikan aku mempersoalkan ini dengan Rector Magnificus dari Sekolah Teknik Tinggi ini, Professor Ir. G. Klopper M.E.,,Mengapa kami diisi dengan pengetahuan-pengetahuan jang hanja berguna untuk mengekalkan dominasi Kolonial terhadap kami ?'' tanjaku.,,Sekolah Teknik Tinggi ini," ia menerangkan, ,,didirikan terutama untuk memadjukan politik Den Haag di Hindia. Supaja dapat mengikuti ketjepatan ekspansi dan eksploitasi, pemerintah saja merasa perlu untuk mendidik lebih banjak insinjur dan pengawas jang berpengalaman.",,Dengan perkataan lain, kami mengikuti perguruan tinggi ini untuk memperkekal polilik Imperialisme Belanda disini ?",,Ja, tuan Sukarno, itu benar," ia mendjawab. Dan begitulah, sekalipun aku harus mempersembahkan seluruh hidupku untuk menghantjurkan kekuasaan Kolonial, rupanja aku harus berterima-kasih pula kepada mereka atas pendidikan jang kuterima. Dengan dua orang kawan bangsa Indonesia jang berhasil bersama-sama denganku, maka pada tanggal 25 Mei 1926 aku memperoleh promosi dengan gelar ,,Ingenieur". Idjazahku dalam djurusan teknik sipil menentukan, bahwa aku adalah seorang spesialis dalam pekerdjaan djalan-raja dan pengairan. Aku sekarang diberi hak untuk menuliskan namaku: Ir. Raden Soekarno. Ketika ia memberi gelar sardjana teknik kepadaku, Presiden universitas berkata, ,,Ir. Sukarno, idjazah ini dapat robek dan hantjur mendjadi abu disatu saat. Ia tidak kekal. Ingatlah, bahwa satu-satunja kekuatan jang bisa hidup terus dan kekal adalah karakter dari seseorang. Ia akan tetap hidup dalam hati rakjat, sekalipun sesudah mati." Aku tak pernah melupakan kata-kata ini.

Baca Selanjutnya..

Penyambung Lidah Rakyat indonesia

....,,Apa gunanja kita puluhan ribu banjaknja berkumpul disini djikalau jang kita kerdjakan hanja menghasilkan petisi ? Mengapa kita selalu merendah diri memohon kepada "Pemerintah" untuk meminta kebaikan hatinja supaja mendirikan sebuah sekolah untuk kita ? Bukankah itu suatu Politik Berlutut ? Bukankah itu suatu politik memohon dengan mendatangi Jang Dipertuan Gubernur Djendral Hindia Belanda, jang dengan memakai dasi hitam menerima delegasi jang membungkuk-bungkuk dan menundjukkan penghargaan kepadanja dan menjerahkan kepada pertimbangannja suatu petisi ? Dan merendah diri memohon pengurangan padjak? Kita merendah diri....memohon, merendah diri.... memohon.........Inilah kata-kata jang selalu dipakai oleh pemimpin-pemimpin kita.,, Sampai sekarang kita tidak pernah mendjadi penjerang. Gerakan kita bukan gerakan jang mendesak, akan tetapi gerakan kita adalah gerakan jang meminta-minta. Tak satupun jang pernah diberikannja karena kasihan. Marilah kita sekarang mendjalankan politik pertjaja pada diri sendiri dengan tidak mengemis-ngemis. Hajo kita berhenti mengemis. Sebaliknja, hajo kita berteriak, ,,Tuan Imperialis, inilah jang kami TUNTUT !"

Baca Selanjutnya..

KENANGAN KEPADA SEORANG DEMONSTRAN

Enam belas Desember 30 tahun lalu, Soe Hok Gie, tokoh mahasiswa dan pemuda, meninggal dunia di puncak G. Semeru, bersama Idhan Dhanvantari Lubis. Sosok dan sikapnya sebagai pemikir, penulis, juga aktivis yang berani, coba ditampilkan Rudy Badil, yang mewakili rekan lainnya, Aristides (Tides) Katoppo, Wiwiek A. Wiyana, A. Rachman (Maman), Herman O. Lantang dan almarhum Freddy Lasut.

"Siap-siap kalau mau ikut naik lagi ke Gunung Semeru. Kasih kabar secepatnya, sebab harus ada persiapan di musim penghujan Desember, juga pertengahan Desember itu bulan puasa Ramadhan," kata Herman O. Lantang, mantan pimpinan pendakian Musibah Semeru 1969, yang masih amat bugar di umurnya yang sudah lewat 57 tahun.

Terkejut dan tersentuh juga saya saat mendengar ajakan Herman itu. Dia merencanakan membentuk tim kecil untuk mendaki puncak Semeru lagi Desember ini, sambil memperingati 30 tahun meninggalnya dua sobat lama kami, Soe Hok Gie dan Idhan Lubis. "Kita juga akan berdoa, sekalian mengenang Freddy Lasut yang meninggal beberapa bulan lalu," lanjutnya.

Soe meninggal dunia saat baru berumur 27 tahun kurang sehari. Idhan malah baru 20 tahun. "Tanpa terasa Soe sudah tiga dasawarsa meninggalkan kita sejak Orde Baru ... perkembangan yang terjadi di Tanah Air dalam dua tahun terakhir ini, khususnya gerakan mahasiswa yang telah menggulingkan pemerintahan Orde Baru, mengingatkan kita kembali pada situasi tahun 1960-an, ketika Soe masih menjadi aktivis mahasiswa kala itu," begitu bunyi naskah buku kecil acara "Mengenang Seorang Demonstran", (berisikan antara lain diskusi panel soal bangsa dan negara Indonesia ini), yang bakal diselenggarakan Iluni FSUI dan Alumni Mapala UI.

Kasih batu dan cemara

Dari beberapa catatan kecil serta dokumentasi yang ada, termasuk buku harian Soe yang sudah diterbitkan, Catatan Seorang Demonstran (CSD) (LP3ES, 1983), di benak saya mulai tergali suasana sore hari bergerimis hujan dan kabut tebal, tanggal 16 Desember 1969 di G. Semeru.

Seusai berdoa dan menyaksikan letupan Kawah Jonggringseloko di Puncak Mahameru (puncaknya G. Semeru) serta semburan uap hitam yang mengembus membentuk tiang awan, bersama Maman saya terseok-seok gontai menuruni dataran terbuka penuh pasir bebatuan. Kami menutup hidung, mencegah bau belerang yang makin menusuk hidung dan paru-paru.

Di depan kelihatan Soe sedang termenung dengan gaya khasnya, duduk dengan lutut kaki terlipat ke dada dan tangan menopang dagu, di tubir kecil sungai kering. Tides dan Wiwiek turun duluan. Sempat pula kami berpapasan dengan Herman dan Idhan. Kelihatannya kedua teman itu akan menjadi yang paling akhir mendaki ke Mahameru.

Dengan tertawa kecil, Soe menitipkan batu dan daun cemara. Katanya, "Simpan dan berikan kepada kepada 'kawan-kawan' batu berasal dari tanah tertinggi di Jawa. Juga hadiahkan daun cemara dari puncak gunung tertinggi di Jawa ini pada cewek-cewek FSUI." Begitu kira-kira kata-kata terakhirnya, sebelum bersama Maman saya turun ke perkemahan darurat dekat batas hutan pinus atau situs recopodo (arca purbakala kecil sekitar 400-an meter di bawah Puncak Mahameru).

Di perkemahan darurat yang cuma beratapkan dua lembar ponco (jas hujan tentara), bersama Tides, Wiwiek dan Maman, kami menunggu datangnya Herman, Freddy, Soe, dan Idhan. Hari makin sore, hujan mulai tipis dan lamat-lamat kelihatan beberapa puncak gunung lainnya. Namun secara berkala, letupan di Jonggringseloko tetap terdengar jelas.

Menjelang senja, tiba-tiba batu kecil berguguran. Freddy muncul sambil memerosotkan tubuhnya yang jangkung. "Soe dan Idhan kecelakaan!" katanya. Tak jelas apakah waktu itu Freddy bilang soal terkena uap racun, atau patah tulang. Mulai panik, kami berjalan tertatih-tatih ke arah puncak sambil meneriakkan nama Herman, Soe, dan Idhan berkali-kali.

Beberapa saat kemudian, Herman datang sambil mengempaskan diri ke tenda darurat. Dia melapor kepada Tides, kalau Soe dan Idhan sudah meninggal! Kami semua bingung, tak tahu harus berbuat apa, kecuali berharap semoga laporan Herman itu ngaco. Kami berharap semoga Soe dan Idhan cuma pingsan, besok pagi siuman lagi untuk berkumpul dan tertawa-tawa lagi, sambil mengisahkan pengalaman masing-masing.

Tides sebagai anggota tertua, segera mengatur rencana penyelamatan. Menjelang maghrib, Tides bersama Wiwiek segera turun gunung, menuju perkemahan pusat di tepian (danau) Ranu Pane, setelah membekali diri dengan dua bungkus mi kering, dua kerat coklat, sepotong kue kacang hijau, dan satu wadah air minum. Tides meminta kami menjaga kesehatan Maman yang masih shock, karena tergelincir dan jatuh berguling ke jurang kecil.

"Cek lagi keadaan Soe dan Idhan yang sebenarnya," begitu ucap Tides sambil pamit di sore hari yang mulai gelap. Selanjutnya, kami berempat tidur sekenanya, sambil menahan rembesan udara berhawa dingin, serta tamparan angin yang nyaris membekukan sendi tulang.
Baru keesokan paginya, 17 Desember 1969, kami yakin kalau Soe dan Idhan sungguh sudah tiada, di tanah tertinggi di Pulau Jawa. Kami jumpai jasad kedua kawan kami sudah kaku. Semalam suntuk mereka lelap berkasur pasir dan batu kecil G. Semeru. Badannya yang dingin, sudah semalaman rebah berselimut kabut malam dan halimun pagi. Mata Soe dan Idhan terkatup kencang serapat katupan bibir birunya. Kami semua diam dan sedih.

Mengapa naik gunung

Sejak dari Jakarta Soe sudah merencanakan akan memperingati hari ultahnya yang ke-27 di Puncak Mahameru. Malam sebelumnya, tanggal 15 Desember, dalam tenda sempit di tepi hutan Cemoro Kandang, Soe yang amat menguasai lirik dan falsafah lagu-lagu tertentu, meminta kami menyanyikan lagu spiritual negro, Nobody Knows, sampai berulang-ulang. Padahal irama lagu ini monoton sampai sudah membosankan kuping dan tenggorokan.

Idhan yang pendiam, cuma duduk tertawa-tawa, sambil mengaduk-aduk rebusan mi hangat campur telur dan kornet kalengan. Malam dingin dan hujan itu, kami bertujuh banyak bercerita, termasuk mendengarkan rencana Soe yang mau berultah di puncak gunung. "Pokoknya gue akan berulang tahun di atas," katanya sambil mesam-mesem. "Nyanyi lagi dong. Lagu Donna Donna-nya Joan Baez itu bagus sekali."

Pagi hari nahas itu, sebelum berkemas untuk persiapan pendakian ke puncak, kami sarapan berat. Soe yang biasanya cuma bercelana pendek, kini memakai celana panjang dengan sepatu bot baru. Bahkan dia mengenakan kemeja kaus warna kuning dengan simbol UI di kantung. "Keren enggak?" Tanyanya.

Rombongan pun berjalan mendaki, menuju Puncak Mahameru dari dataran di kaki G. Bajangan. Soe sebagaimana biasanya, selalu memanggul ransel besar dan berat, berjalan gesit sambil banyak cerita dan komentar. Ia mengisahkan bahwa di sekitar daerah itu pasti masih banyak harimau karena dia menemukan jejak kakinya. Dia juga menyebut kalau Cemoro Kandang berlumpur arang gara-gara kebakaran hutan pinus tahunan, sebagai pertanda seleksi alam dan proses regenerasi tanaman hutan.

Dosen sejarah ini terus nyerocos kepada mahasiswanya (saya), asal muasal nama recopodo alias arca kembar, serta mitologi Puncak Mahameru yang berkaitan dengan nasib Pandawa Lima dalam pewayangan Jawa. Namun sang mahasiswa juga membayangkan dengan geli, betapa kagetnya wakil DPR-RI saat itu ketika menerima bingkisan dari kelompok Soe berisi gincu dan cermin sebagai perlambang fungsi anggota DPR yang banci. Sayang, cuma segitu ingatan saya tentang Soe pada jam-jam terakhirnya.

Yang masih tetap terngiang justru rayuan dan "falsafahnya", kala mengajak seseorang mendaki gunung. "Ngapain lama-lama tinggal di Jakarta. Mendingan naik gunung. Di gunung kita akan menguji diri dengan hidup sulit, jauh dari fasilitas enak-enak. Biasanya akan ketahuan, seseorang itu egois atau tidak. Juga dengan olahraga mendaki gunung, kita akan dekat dengan rakyat di pedalaman. Jadi selain fisik sehat, pertumbuhan jiwa juga sehat. Makanya yuk kita naik gunung. Ayo ke Semeru, sekali-kali menjadi orang tertinggi di P. Jawa. Masa cuma Soeharto saja orang tertinggi di P. Jawa ini," kira-kira begitu katanya, sambil menyinggung nama mantan Presiden Soeharto, nun sekitar 30 tahun lalu.

Memang pendakian ke Semeru ini merupakan proyek kebanggaan Mapala FSUI 1969. Soe dengan keandalannya melobi kiri-kanan, mampu mengumpulkan dana untuk subsidi penuh beberapa rekan yang mahasiswa bokek sejati.

Singkat cerita, musibah sudah terjadi. Soe mungkin tidak membayangkan betapa kematiannya bersama Idhan Lubis bikin repot setengah mati banyak orang. Kami yang ditinggal dalam suasana tak menentu, selama sembilan hari benar-benar hidup tidak kejuntrungan. Selain puasa sampai tiga hari karena kehabisan makanan, kami makin sedih saat menerima surat dari Tides via kurir, menanyakan keadaan Soe dan Idhan.

Herman, kami sudah sampai di Gubuk Klakah hari Kamis pagi, sesudah jalan sepanjang malam (sekitar 20 jam). Pak Lurah menyanggupi tenaga bantuan 10 orang dan bekal. Mohon kabar bagaimana Soe, Idhan, dan Maman dll. secepatnya mendahului rombongan ... Tides dan Wiwik 18-12-69.

Saya pun terpilih menjadi kurir, mendahului rombongan sambil membawa surat untuk Tides. Isinya apalagi kalau bukan minta bantuan tenaga dan bahan makanan. Herman pun menulis surat: Saya tunggu di Cemorokandang dan bermaksud menunjukkan "site" tempat jenazah Soe dan Idhan ... kirimkan: gula/gula jawa, nasi, lauk, permen, pakaian hangat ... sebanyak mungkin!
Akhirnya, semua bantuan tiba. Seluruh anggota rombongan baru berkumpul lagi pada tanggal 22 Desember di Malang. Kurus dan kelelahan. Maman terpaksa dirawat khusus beberapa hari di RS Claket. Sedangkan Soe dan Idhan, terbaring kesepian di dalam peti jenazah masing-masing.
Untuk terakhir kali, kami tengok Soe dan Idhan. Soe yang mati muda, terbujur kaku dengan kemeja tangan panjang putih lengkap dengan dasi hitam. Jenis barang yang tidak mungkin dipakai semasa hidupnya.

Monyet tua yang dikurung

Kalau diingat-ingat, selama beberapa minggu sebelum keberangkatan dengan kereta api ke Jatim, Soe memang suka berkata aneh-aneh. Beberapa kali dia mengisahkan kegundahannya tentang seorang kawan yang mati muda gara-gara ledakan petasan. Ternyata dalam buku hariannya di CSD, Hok Gie menulis: "... Saya juga punya perasaan untuk selalu ingat pada kematian. Saya ingin ngobrol-ngobrol pamit sebelum ke Semeru ...."

Soe yang banyak membaca dan sering diejek dengan julukan "Cina Kecil", memanfaatkan kebeningan ingatannya untuk menyitir kata-kata "sakti" filsuf asing. Antara lain, tanggal 22 Januari 1962, ia menulis: "Seorang filsuf Yunani pernah menulis ... nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda."

Soe yang penyayang binatang (dia memelihara beberapa ekor anjing, banyak ikan hias dan seekor monyet tua jompo), sebelum musibah Semeru itu sempat berujar: "Kehidupan sekarang benar-benar membosankan saya. Saya merasa seperti monyet tua yang dikurung di kebun binatang dan tidak punya kerja lagi. Saya ingin merasakan kehidupan kasar dan keras ... diusap oleh angin dingin seperti pisau, atau berjalan memotong hutan dan mandi di sungai kecil ... orang-orang seperti kita ini tidak pantas mati di tempat tidur."

Arief Budiman, sang kakak yang menjemput jenazah Soe di Gubuk Klakah, juga merasakan sikap aneh adiknya. Sebelum dia meninggal pada bulan Desember 1969, ada satu hal yang pernah dia bicarakan dengan saya. Dia berkata, "Akhir-akhir ini saya selalu berpikir, apa gunanya semua yang saya lakukan ini. Saya menulis, melakukan kritik kepada banyak orang ... makin lama makin banyak musuh saya dan makin sedikit orang yang mengerti saya. Kritik-kritik saya tidak mengubah keadaan. Jadi, apa sebenarnya yang saya lakukan ... Kadang-kadang saya merasa sungguh kesepian." (CSD) Arief sendiri mengungkapkan, ibu mereka sering gelisah dan berkata: "Gie, untuk apa semuanya ini. Kamu hanya mencari musuh saja, tidak mendapat uang." Terhadap Ibu, dia cuma tersenyum dan berkata: "Ah, Mama tidak mengerti".

Arief pun menulis kenangannya lagi: ... di kamar belakang, ada sebuah meja panjang. Penerangan listrik suram karena voltase yang selalu naik turun kalau malam hari. Di sana juga banyak nyamuk. Ketika orang-orang lain sudah tidur, sering kali masih terdengar suara mesin tik ... dari kamar yang suram dan banyak nyamuk itu, sendirian, sedang mengetik membuat karangan ... saya terbangun dari lamunan ... saya berdiri di samping peti matinya. Di dalam hati saya berbisik, "Gie kamu tidak sendirian". Saya tak tahu apakah Hok Gie mendengar atau tidak apa yag saya katakan itu.

Mimpi seorang mahasiswa tua

John Maxwell yang menyusun disertasinya, Soe Hok Gie - A Biography of A Young Indonesia Intellectual (Australian National University, 1997), menjabarkan betapa banyaknya komentar penting terhadap kematian Hok Gie. Harian Indonesia Raya yang masa itu sedang gencar-gencarnya mengupas kasus korupsi Pertamina-nya Ibnu Sutowo, memuat tulisan moratorium tentang Soe secara serial selama tiga hari.

Mingguan Bandung Mahasiswa Indonesia, mempersembahkan editorial khusus: ...Tanpa menuntut agar semua insan menjadi seorang Soe Hok-gie, kita hanya bisa berharap bahwa pemuda ini dapat menjadi model seorang pejuang tanpa pamrih ... kita membutuhkan orang seperti dia, sebagai lonceng peringatan yang bisa menegur kita manakala kita melakukan kesalahan.

Di luar negeri, berita kematian Soe sempat diucapkan Duta Besar RI Soedjatmoko, di dalam pertemuan The Asia Society in New York, sebagai berikut: ... Saya ingin menyampaikan penghormatan pada kenangan Soe Hok-gie, salah seorang intelektual yang paling dinamis dan menjanjikan dari generasi muda pasca kemerdekaan .... Komitmennya yang mutlak untuk modernisasi demokrasi, kejujurannya, kepercayaan dirinya yang teguh dalam perjuangan ... bagi saya ia memberikan suatu ilustrasi tentang adanya kemungkinan suatu tipe baru orang Indonesia, yang benar-benar asli orang Indonesia. Saya pikir pesan inilah yang telah disampaikannya kepada kita, dalam hidupnya yang singkat itu.

Kepada Ben Anderson, pakar politik Indonesia yang juga kawan lengket Soe, dalam salah satu surat terakhirnya, Soe menulis, ... Saya merasa semua yang tertulis dalam artikel-artikel saya adalah sejumput petasan. Dan semuanya ingin saya isi dengan bom!

Dari cuplikan berbagai tulisan Soe, terasa sekali sikap dan pandangannya yang khas. Misalnya, Soe pernah menulis begini: Saya mimpi tentang sebuah dunia, di mana ulama - buruh - dan pemuda, bangkit dan berkata - stop semua kemunafikan, stop semua pembunuhan atas nama apa pun. Tak ada rasa benci pada siapa pun, agama apa pun, dan bangsa apa pun. Dan melupakan perang dan kebencian, dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.

Khusus soal mahasiswa, menjelang lulus sebagai sejarawan, 13 Mei 1969, Soe sempat menulis artikel Mimpi-mimpi Terakhir Seorang Mahasiswa Tua. Dalam uraian tajam itu, ia menyatakan: ... Beberapa bulan lagi saya akan pergi dari dunia mahasiswa. Saya meninggalkan dengan hati berat dan tidak tenang. Masih terlalu banyak kaum munafik yang berkuasa. Orang yang pura-pura suci dan mengatasnamakan Tuhan ... Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa.

Saat dirinya masuk korps dosen FSUI, secara blak-blakan Soe mengungkap ada dosen yang membolos 50% dari jatah jam kuliahnya. Bahkan ada dosen menugaskan mahasiswa menerjemahkan buku. Terjemahan mahasiswa itu dipakainya sebagai bahan pengajaran, karena sang dosen ternyata tidak tahu berbahasa Inggris.

Masih di seputar mahasiswa, dalam nada getir, Soe menulis: ... Hanya mereka yang berani menuntut haknya, pantas diberikan keadilan. Kalau mahasiswa Indonesia tidak berani menuntut haknya, biarlah mereka ditindas sampai akhir zaman oleh sementara dosen-dosen korup mereka.

Khusus untuk wakil mahasiswa yang duduk dalam DPR Gotong Royong, Hok Gie sengaja mengirimkan benda peranti dandan. Sebuah sindiran supaya wakil mahasiswa itu nanti bisa tampil manis di mata pemerintah. Padahal wakil mahasiswa itu teman-temannya sendiri yang dijuluki "politisi berkartu mahasiswa". Langkah Soe ini membuat mereka terperangah. Sayangnya, momentum ini kandas. Soe Hok Gie keburu tewas tercekik gas beracun di Puncak Mahameru.

Berpolitik cuma sementara

John Maxwell dalam epilog naskah buku Mengenang Seorang Demonstran (November 1999), menulis begini, "Saya sadar telah menulis tentang seorang pemuda yang hidupnya berakhir tiba-tiba, dan terlalu dini dengan masa depan yang penuh dengan kemungkinan yang begitu luas."

Kita telah memperhatikan bagaimana Soe Hok Gie terpana politik dan peristiwa nasional, setidak-tidaknya sejak masih remaja belasan tahun ... namun hasratnya terhadap dunia politik, diredam oleh penilaiannya sendiri bahwa dunia politik itu pada dasarnya lumpur kotor. Semua orang seputar Soekarno dinilainya korup dan culas, sementara pimpinan partai dan politisi terkemuka, tidak lebih dari penjilat dan bermental "asal bapak senang", serta "yes men", atau sudah pasrah.

Pandangan ini menjadi latar belakang pembelaan Soe akan kekuatan moral dalam politik di awal tahun 1966. Keikutsertaannya dalam politik hanya untuk sementara. Pada pertengahan tahun yang sama, dia menyampaikan argumentasi bahwa sudah tiba saatnya bagi mahasiswa untuk mundur dari arena politik dan membiarkan politisi profesional bertugas, membangun kembali institusi politik bangsa." Demikian tulis Maxwell.

Soe memang sudah bersikap. Dia memilih mendaki gunung daripada ikut-ikutan berpolitik praktis. Dia memilih bersikap independen dan kritis dengan semangat bebas. Pikiran dan kritiknya tertuang begitu produktif dalam pelbagai artikel di media cetak. Namun secara diam-diam, Soe ternyata juga menumpahkan unek-uneknya dalam bentuk puisi indah. Salah satunya Mandalawangi-Pangrango yang terkenal di kalangan pendaki gunung.

Pemuda lajang yang sempat pacaran dengan beberapa gadis manis FSUI, selain kutu buku, macan mimbar diskusi, kambing gunung, tukang nonton film, juga penggemar berat folksong (meski sama sekali tak becus bernyanyi merdu). Berbadan kurus nyaris kerempeng, di gunung makannya gembul.

Bagi pemuda dan khususnya mahasiswa demonstran, masih ada potongan puisi Hok Gie yang sempat tercecer, baru muncul di harian Sinar Harapan 18 Agustus 1973. Judulnya "Pesan" dan cukilan pentingnya berbunyi:

Hari ini aku lihat kembali

Wajah-wajah halus yang keras

Yang berbicara tentang kemerdekaaan

Dan demokrasi

Dan bercita-cita

Menggulingkan tiran

Aku mengenali mereka

yang tanpa tentara

mau berperang melawan diktator

dan yang tanpa uang

mau memberantas korupsi

Kawan-kawan

Kuberikan padamu cintaku

Dan maukah kau berjabat tangan

Selalu dalam hidup ini?

Baca Selanjutnya..

Kata Mutiara

Ada dua perkara yang tidak lepas dari dusta, yaitu terlalu banyak berjanji,dan terlalu keras mencari alasan. - Anonim

Sesuatu yang tidak laik diucapkan walaupun itu benar ialah memuji dirinyasendiri. - Anonim

Orang berwatak baik melakukan sesuatu yang benar hanya karena itu benar. Orang besar menunjukkan kebesarannya dalam caranya memperlakukan orang kecil. - Thomas Carlyle

Perlakukan setiap orang dengan kebaikan hati dan rasa hormat, meski mereka berlaku buruk pada anda. Ingatlah bahwa anda menunjukkan penghargaan pada orang lain bukan karena siapa mereka, tetapi karena siapakan diri anda sendiri. - Andrew T. Somers

Saya tak pernah menjumpai seseorang yang menderita karena terlalu banyak bekerja. Lebih banyak orang yang menderita karena terlalu banyak ambisi tetapi tak cukup berusaha. - Dr. James Mantague

Kesempatan anda untuk sukses di setiap kondisi selalu dapat diukur oleh seberapa besar kepercayaan anda pada diri sendiri. - Robert Collier

Orang bijak adalah dia yang hari ini mengerjakan apa yang orang ---censored--- akan mengerjakannya tiga hari kemudian. - Abdullah Ibnu Mubarak

Meski anda menyembunyikan pikiran buruk dalam hati anda, tetap akan terpancar kekuatan kelam. Pikirkan cinta, meski tak mengucapkannya, maka duniapun akan terasa lebih terang. - Ella Wheeler Wilcox

Apa perbedaan antara hambatan dan kesempatan? Perbedaannya terletak pada sikap kita dalam memandangnya. Selalu ada kesulitan dalam setiap kesempatan; dan selalu ada kesempatan dalam setiap kesulitan. - J. Sidlow Baxter

Jika anda membiarkan sesuatu yang kecil berlalu, anda akan menemukan kedamaian yang kecil juga. Jika anda membiarkan lebih banyak hal berlalu, anda akan meraih lebih banyak kedamaian. Jika anda benar-benar membiarkan seluruhnya berlalu, anda akan mendapatkan seluruh kedamaian. - Ajahn Chah

Satu-satunya hal yang harus kita takuti adalah ketakutan itu sendiri. - Franklin D. Roosevelt

Tidak seorang pun yang menghitung-hitung: berapa untung yang kudapat nanti dari Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya. - Bung Karno

Ia yang datang, akan pergi. Seorang penguasa, pengemis atau pertapa - setiap orang yang lahir pasti mati. Menghembuskan nafas terakhir di atas tahta, atau diseret ke dalam kubur dengan kaki dan tangan terikat, apa bedanya? - Kabir

Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian, bahwa kekuasaan seorang presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan rakyat. Dan diatas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. - Soekarno

Seekor burung hantu yang bijaksana duduk di sebatang dahan. Semakin banyak ia melihat, semakin sedikit ia berbicara. Semakin sedikit ia berbicara, semakin banyak ia mendengar. Mangapa kita tidak seperti burung hantu yang bijaksana itu? - Edward Hersey Richards

Pandanglah hari ini. Kemarin sudah menjadi mimpi. Dan esok hari hanyalah sebuah visi. Tetapi, hari ini yang sungguh nyata, menjadikan kemarin sebagai mimpi kebahagiaan, dan setiap hari esok sebagai visi harapan. - Alexander Pope

Bila ada cahaya dalam jiwa, maka akan hadir kecantikan dalam diri seseorang. Bila ada kecantikan dalam diri seseorang, akan hadir keharmonisan dalam rumah tangga. Bila ada keharmonisan dalam rumah tangga, akan hadir ketertiban dalam negara. Dan bila ada ketertiban dalam negara, akan hadir kedamaian di dunia. - Pepatah Cina

Seorang pecundang tak tahu apa yang akan dilakukannya bila kalah, tetapi sesumbar apa yang akan dilakukannya bila menang. Sedangkan, pemenang tidak berbicara apa yang akan dilakukannya bila ia menang, tetapi tahu apa yang akan dilakukannya bila kalah. - Eric Berne

Kata yang paling indah dibibir umat manusia adalah kata "Ibu", dan panggilan paling indah adalah "Ibuku". Ini adalah kata yang penuh harapan dan cinta, kata manis dan baik yang keluar dari kedalaman hati. - Kahlil Gibran

Sukses berjalan dari satu kegagalan ke kegagalan yang lain, tanpa kita kehilangan semangat. - Abraham Lincoln

Orang-orang yang melontarkan kritik bagi kita pada hakikatnya adalah pengawal jiwa kita, yang bekerja tanpa bayaran. - Corrie Ten Boom

Hal terindah yang dapat kita alami adalah misteri. Misteri adalah sumber semua seni sejati dan semua ilmu pengetahuan. - Albert Einstein

Kepuasan terletak pada usaha, bukan pada hasil. Berusaha dengan keras adalah kemenangan yang hakiki. - Mahatma Gandhi

Bila anda memerlukan kata-kata untuk menggambarkan pengetahuan dan pemahaman, itu seperti burung dalam sangkar. Memiliki sayap namun tak bisa terbang. - Kahlil Gibran

Lebih baik menjaga mulut anda tetap tertutup dan membiarkan orang lain menganggap anda ---censored---, daripada membuka mulut anda dan menegaskan semua anggapan mereka. - Mark Twain

Sebuah tong yang penuh dengan pengetahuan belum tentu sama nilainya dengan setetes budi. - Phytagoras

Perhatikan perbedaan antara apa yang terjadi bila seseorang berkata, "Saya telah gagal tiga kali", dan apa yang terjadi bila ia berkata, "Saya orang yang gagal". - S.i. Hayakawa

Nilai manusia, bukan bagaimana ia mati, melainkan bagaimana ia hidup; bukan apa yang diperoleh, melainkan apa yang telah diberikan; bukan apa pangkatnya, melainkan apa yang telah diperbuat dengan tugas yang diberikan Tuhan kepadanya. - Ministry

Agar dapat mengambil keputusan yang tepat dalam hidup ini, anda harus mendengar jiwa anda. Untuk dapat melakukannya, anda perlu merasakan kesenyapan; yang ditakuti oleh sebagian besar orang, karena dalam kesunyian anda dapat mendengar kebenaran dan melihat pemecahan-pemecahan. - Deepak Chopra

Hal terbaik yang bisa anda lakukan untuk orang lain bukanlah membagikan kekayaan anda, tetapi membantu ia untuk memiliki kekayaannya sendiri. - Benjamin Disraeli

Maafkanlah musuh-musuh anda, tapi jangan pernah melupakan nama-namanya. - John F.kennedy

Kebahagiaan anda tumbuh berkembang manakala Anda turut membantu orang lain. Namun, bilamana anda tidak mencoba membantu sesama, kebahagiaan akan layu dan mengering. Kebahagiaan bagaikan sebuah tanaman; harus disirami setiap hari dengan sikap dan tindakan memberi. - J. Donald Walters

Persahabatan adalah hal tersulit untuk dijelaskan di dunia ini. Dan, ini bukan soal apa yang anda pelajari di sekolah. Tetapi, bila anda tidak pernah belajar makna persahabatan, anda benar-benar tidak belajar apa pun. - Muhammad Ali

Setiap orang ---censored--- bisa mengkritik, menyalahkan dan mengeluh, dan kebanyakan dari mereka melakukan hal itu. - Lawrence G. Lovasik

Hati anda belum hidup kalau belum pernah mengalami rasa sakit. Rasa sakit karena cinta akan membuka hati, bahkan bila hati itu sekeras batu. - Hazrat Inayat Khan

Kegagalan adalah sesuatu yang bisa kita hindari dengan; tidak mengatakan apa-apa, tidak melakukan apa-apa dan tidak menjadi apa-apa. - Denis Waitley

Orang-orang yang gagal dibagi menjadi dua; yaitu mereka yang berpikir gagal padahal tidak pernah melakukannya, dan mereka yang melakukan kegagalan dan tak pernah memikirkannya. - John Charles Salak

Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri. - Bung Karno

Apa pun tugas hidup anda, lakukan dengan baik. Seseorang semestinya melakukan pekerjaannya sedemikian baik sehingga mereka yang masih hidup, yang sudah mati, dan yang belum lahir tidak mampu melakukannya lebih baik lagi. - Martin Luther King

Bekerjalah bagaikan tak butuh uang. Mencintailah bagaikan tak pernah disakiti. Menarilah bagaikan tak seorang pun sedang menonton. - Mark Twain

Jangan lihat masa lampau dengan penyesalan; jangan pula lihat masa depan dengan ketakutan; tapi lihatlah sekitar anda dengan penuh kesadaran. - James Thurber

Agar dapat membahagiakan seseorang, isilah tangannya dengan kerja, hatinya dengan kasih sayang, pikirannya dengan tujuan, ingatannya dengan ilmu yang bermanfaat, masa depannya dengan harapan, dan perutnya dengan makanan. - Frederick E. Crane

Mereka berkata bahwa setiap orang membutuhkan tiga hal yang akan membuat mereka berbahagia di dunia ini, yaitu; seseorang untuk dicintai, sesuatu untuk dilakukan, dan sesuatu untuk diharapkan. - Tom Bodett

Kita seharusnya diajar untuk tidak menunggu inspirasi untuk memulai sesuatu. Tindakan selalu melahirkan inspirasi. Sedangkan inspirasi jarang diikuti dengan tindakan. - Frank Tibolt

Tidak banyak gunanya memberitahu orang lain tentang kesulitan anda, separuh dari mereka tidak peduli, sedang separuh yang lain malah senang mendengarnya. - Brenda French

Ujian bagi seseorang yang sukses bukanlah pada kemampuannya untuk mencegah munculnya masalah, tetapi pada waktu menghadapi dan menyelesaikan setiap kesulitan saat masalah itu terjadi. - David J. Schwartz

Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita dapat melihat bahwa bukan kebahagiaan yang membuat kita berterimakasih, namun rasa terima kasihlah yang membuat kita berbahagia. - Albert Clarke

Kerendahan hati menuntun pada kekuatan bukan kelemahan. Mengakui kesalahan dan melakukan perubahan atas kesalahan adalah bentuk tertinggi dari penghormatan pada diri sendiri. - John Mccloy

Baca Selanjutnya..

Aksi Solidaritas Untuk Unhalu

Tolak polisi Masuk kampus!!!


Aksi yang dilatarbelakangi oleh tindak kekerasan yang dilakukan oleh “Korps Polisi” yang ada di Sultra ini mengingatkan kembali pada memori yang terjadi sepuluh tahun silam di Universitas Trisakti, keberingasan polisi yang dengan sah memukuli serta menembaki mahasiswa tanpa senjata telah menjadi bagian tugas sah dari komandannya. Secara sederhana dapat dilihat apa yang ada dalam benak pikir polisi adalah satu perintah tanpa melihat isi perintah dari komandannya.

Aksi DPC GMNI Kota Surabaya dan FMN Surabaya yang dilakukan di depan Polda Jatim pada Sabtu 29 Maret 2008 merupakan sebuah aksi solidaritas untuk kawan-kawan mahsiswa yang dipukuli dan ditembaki diluar dan didalam kampus, dimana mahasiswa Unhalu, PK5 dan LSM setempat memprotes kebijakan pemerintah kota tentang PK5.

Aksi GMNI dan FMN sendiri diiikuti kurang lebih 30 massa yang sebelumnya berkumpul dikampus IAIN Sunan Ampel Surabaya. Kemudian masssa aksi bergerak dengan memakai rancangan baju dari plastik yang bertuliskan HALUELEO dan diatasnya dituliskan juga “SOLIDARITAS”, aksi solidaritas damai ini sempat beberapa kali memicu ketegangan dengan aparat kepolisian yang menjaga gerbang Polda Jatim, pihak kepolisian menanyakan apakah aksi ini ada surat ijinnya karena kalau tidak ada surat ijinnya tentu melanggar peraturan undang-undang dan aksi tersebut harus dibubarkan. Namun, perwakilan orator dari GMNI Kota Surabaya jelas menyangkal dengan alasan “jika setiap aksi yang didalamnya berisi teriakan, membentangkan poster dan membagi selebaran harus ijin kepada polisi dan jika tidak akan ditindak secara hukum, lantas mengapa polisi yang tidak memiliki ijin harus memukuli dan menembaki kawan-kawan mahasiswa yang ada di Unhalu tidak ditindak secara tegas oleh hukum”. Tidak mau lengah dan kalah pihak polisi yang menjaga juga menanyakan “harusnya hak dan kewajiban anda harus dipenuhi dulu jika ingin melakukan aksi”, tak mau kalah pula orator dari GMNI menanyakan kembali “apa hak dan kewajiban polisi untuk memukuli dan menembaki kawan-kawan mahasiswa yang tidak bersenjata dalam aksi di Unhalu baik didalam dan diluar kampus?”

Sebelum aksi bubar seluruh peserta aksi merapat ke gerbang yang sebelumnya berjarak sekitar sepuluh meter, ketika massa aksi semakin mendekat dan hanya berjarak sekitar satu meter dari gerbang. Pihak kepolisian dengan kasar mengintiidasi orator dengan kata-kata “ini sudah melampaui batas kewenangan, aksi ini tidak mempunyai ijin dan …”, kemudian orator menyebutkan niatnya mengapa massa aksi “ kita mendekat bukan untuk mendobrak masuk, kita mendekat hanya dengan satu niatan yaitu memohon ijin untuk kembali karena aksi kita sudah selesai”, ditambahkan pula oleh orator aksi bahwa “inilah isi dari otak polisi di Negara kita, mahasiswa dianggap sebagai biang kericuhan, sebaik apapun niatan mahasiswa kepada polisi selalu diterima dengan akalnya bahwa mahasiswa tetap mahasiswa yang selalu buat kericuhan, karena mereka para polisi tidak pernah ingat jatuh banunnya Negara Indonesia bukan karena Polisi tapi karena Pemuda dan Mahasiswa”.

Aksi kemudian ditutup dengan pernyataan sikap politik, massa aksi kembali dengan tertib kekampus IAIN dengan tetap bersemangat menriakkan yel-yel “TOLAK POLISI MASUK KAMPUS”

Baca Selanjutnya..

Golput Embrio Oposisi Rakyat

Sebuah Catatan besar dari para Calon Gubernur dan Calon Kepala Daerah tentang janji-janji mereka dan Gambar-Gambar mereka di Seluruh tempat setrategis di daerah kota. Seorang Calon pernah menyerukan "Orang Bijak Tidak Golput", sebuah pernyataan yang disinyalir oleh KPUD bahwa golput adalah suka atau tidak suka sudah pasti ada pada pemilihan Gubernur Jatim dan Pilkada Magetan pada Juni - Juli 2008. Yang menjadi pertanyaan di sini apakah golput dilarang pada sistem demokrasi kita? Kutipan sebuah tajuk pada harian Waspada "Golput disebut menjadi sebuah grand design pada tatanan komunikasi politik yang bisa berupa isu atau kontra atau kontra isu bahkan provokasi, agitasi dan propaganda. Dan merupakan hal yang wajar terjadi menjelang berbagai pemilihan tidak terkecuali Pilkada Kab Magetan mendatang. Oleh karena itu munculnya isu golput yang dilemparkan kepada publik oleh elite tertentu merupakan hal yang wajar. Namun perlu kita kaji apakah golput yang dikemukakan sekarang ini sama dengan ide yang dilontarkan seorang tokoh oposan negeri ini Arief Budiman".

"Orang Bijak Tidak Golput",

"Golput disebut menjadi sebuah grand design pada tatanan komunikasi politik yang bisa berupa isu atau kontra atau kontra isu bahkan provokasi, agitasi dan propaganda. Dan merupakan hal yang wajar terjadi menjelang berbagai pemilihan tidak terkecuali Pilgub Jatim dan Pilkada Magetan mendatang.

Arief Budiman".

Hanya saja bentuk golput sekarang adalah kecenderungan ketidakpuasan atau kekecewaaan terhadap pelaksanaan pemilu yang diwujudkan dalam tiga bentuk; Pertama : Menolak secara jelas pelaksanan pemilu, sehingga tidak hadir ke Tempat Pemungutan Suara (TPS), Kedua : Hadir ke TPS, tetapi tidak mencoblos tanda gambar, Ketiga: Hadir dan mencoblos tanda gambar, tetapi mencoblos semua tanda gambar, sehingga batal/rusak. Bentuk kekecewaan yang diikuti dengan sikap golput, sudah pasti ada terlebih-lebih, disebabkan idolanya tidak masuk pada bursa balon Kepala Daerah karena ketiadaan perahu, ataupun ada perahunya tetapi sudah penuh, seperti Suharto, Prayogo, maupun Putra Mantan Putra Bupati Magetan yang berharap bisa menumpang perahu independent. Ke semua balon yang kecewa sudah pasti punya pendukung yang merupakan jamaahnya. Lampisan kekecewaan ini dapat menimbulkan sikap golput. Walaupun telah lahir Empat balon Bupati Magetan Amek-Djarno dengan perahu standar bermesin turbo (Golkar), Sumantri-Samsi juga perahu standar bermesin turbo (PDIP), Saleh-Teguh dengan perahu rakitan berbagai merek (beberapa parpol), Sadeni-???? juga dengan perahu rakitan berbagai merek (beberapa parpol)

belum tentu kesemuanya berkenan di hati rakyat. Ini jelas menunjukkan kalau rakyat makin cerdas dalam menentukan pilihannya. Jika dari calon Bupati Magetan mereka nilai tidak layak untuk dipilih maka rakyat memiliki keberanian untuk bersikap tegas, memilih atau tidak memilih. Mereka berani dan secara rasional berkata tidak, kepada semua calon yang ada. Ini merupakan kemajuan demokrasi yang cukup berarti. Golput menjadi makin eksis dan diakui keberadaannya sebagai bagian dari demokrasi di Indonesia. Golput mungkin juga bisa disebabkan oleh jeleknya penyelenggaraan pemilihan Gebernur Jatim dan Bupati Magetan yang buruk dan penuh kecurangan pada bulan Juni-Juli nanti.

Sudah bukan rahasia lagi bahwa kecurangan-kecurangan banyak terjadi di daerah-daerah. Penggelembungan suara calon pasangan Gubernur dan Kepala Daerah tertentu dan padanya calon yang suaranya dibajak sudah jadi berita. Publik sudah tahu bahwa Pilgub dan Pibup hanya untuk memenangkan pasangan tertentu untuk menyisihkan calon-calon lainnya. Otomatis pendukung pasangan tersisih tidak ada gairah lagi untuk mengikuti Pilgubsu pada tahapan berikutnya, seandainya pilgubsu terjadi dua putaran.

Orang mengatakan bahwa golput pasti terjadi, itu menjadi tamparan bagi para politisi. Tapi bagi masyarakat yang tingkat kedewasaan berpikirnya sudah tinggi, golput harus dilihat sebagai ekspresi politik. Artinya, sebenarnya orang yang memilih dengan yang tidak memilih itu dengan kesadaran adalah sama, di mata politik. Dengan tujuan bahwa mereka yang tidak memilih itu sebetulnya mendewasakan elite politik. Kita harus melihat golput sebagai fenomena yang bagus dalam berdemokrasi. Orang yang telah memilih untuk golput, berarti dia itu harus siap pula untuk diam, dan harus bisa menghormati serta menerima seluruh hasil pemilihan itu dengan tanpa ada rasa penyesalan.

Edukasi Dan Pencerahan

Proses edukasi demokrasi merupakan suatu Communication process. Proses pembelajaran atau edukasi demokrasi itu tidak dapat dipaksakan. Proses ini merupakan langkah panjang, karena apa yang dipelajari tersebut nantinya harus menjadi valuesnya atau nilai-nilai masyarakat.

Demokrasi dalam kehidupan masyarakat kita erat kaitannya dengan pengambilan keputusan. Dengan keputusan yang dilakukan secara kolektif tersebut diharapkan akan menghasilkan keputusan yang terbaik, namun dalam kenyataannya tidaklah demikian. Orang tidak bisa memanfaatkan mekanisme dan aturan dalam pengambilan Keputusan Kolektif secara optimal. Karena dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut di antaranya kemampuan yang kurang mendukung dalam menyatakan pilihan dan keputusan. Oleh karena itu pendidikan demokrasi untuk masyarakat harus terus dilakukan. Proses ini membutuhkan waktu. Karena demokrasi yang dilaksanakan di negeri ini bukanlah produk original bangsa kita, mekanisme yang ada bukan demokrasi ala bangsa kita. Demokrasi yang kita laksanakan saat ini

merupakan produk barat. Karena dengan suara terbanyak orang harus patuh dan tunduk pada suara terbanyak. Saat ini kita harus mulai belajar untuk menerima kenyataan dan keputusan yang telah dihasilkan. Realita di lapangan pada saat ini menunjukkan bahwa sering kali demokrasi tidak dipahami maknanya secara benar. Yang perlu disadari adalah bahwa seseorang apabila mengambil suatu keputusan ada konsekuensi yang harus ditanggung. Tetapi yang

banyak terjadi saat ini adalah setelah mengambil keputusan orang sering lupa dengan konsekuensi atau akibat dari keputusan tersebut. Sebagai akibatnya yang bersangkutan selanjutnya melakukan tindakan yang menyimpang dari koridor atau aturan yang sudah ada. Sikap seperti inilah yang harus kita ubah. Jadi golput adalah bagian dari demokrasi, dan dalam pilgubsu ada golput yang merupakan bentuk protes terhadap politisi karena tidak ada sistem demokrasi yang memadai serta belum terwujudnya kesejahteraan rakyat. Terlebih-lebih

bila masyarakat memandang balon Bubernur Jatim tidak punya kompetensi yang diharapkan. Kompetensi dalam hal inilah mencakup tiga unsur, yakni Knowledge, Skill dan Attitude baik ianya dari kalangan militer maupun sipil, terlebih-lebih ketika ia duduk di posisi kekuasaan tidak menunjukkan komitmennya kepada pemberantasan KKN. Ini sangat mengecewakan rakyat. Jadi golput di sini terdiri dua kategori, golput apatis dan golput kritis.

Dugaan sementara seandainya Pilgub dan Pilbup terjadi dua putaran hampir dapat dipastikan golput akan meningkat. Menurut teori pemerintahan sedikit atau banyak legitimasi yang dimiliki balon Gub, pemerintahan itu harus ada. Sebagaimana klausal ushul fikih, lebih baik diperintah oleh pemerintah yang dholim daripada tidak ada pemerintahan.

Soalnya kalau tidak ada penguasa atau pemerintah akan bahaya. Meski misalnya golput mencapai 70% ini tetap harus ada pemerintahan yang memegang kekuasaan. Oleh karena itu menyadari dukungan publiknya kecil, hendaknya

pemerintahan yang baru hasil pilkada nanti, harus mencari dukungan lagi dengan cara membuat kebijakan yang populis akibat golput tadi. Guna menghambat dan memperkecil prosentase golput, tertuang harapan tentunya kepada para kendidat Gubernur dan Bupati, agar memberikan edukasi demokrasi yang benar melalui pencerahan demokrasi. Pemberian edukasi demokrasi kepada pemilih melalui pencerahan demokrasi yang bebas dari iming-iming, money

politics, tebar pesona dan juga tabur uang, tabur umroh dan lain sebagainya. Namun yang perlu dijaga pada saat inilah kondusivisme daerah Jawa Timur, dan kalau perlu jadilah Jawa Timur barometer demokrasi lokal di Indonesia.

Janganlah hendaknya Jawa Timur seperti daerah-daerah lain pada saat pilkada terjadi perpecahan karena terjadinya kecurangan-kecurangan yang akhirnya merusak tatanan kesatuan bangsa. Jadilah Jawa Timur indikator "Point of to Return" di Indonesia. Demokrasi yang tidak akan kembali ke gaya lama. Semoga.


" Golput bukan Pilihan tetapi adalah Sebagian dari Demokrasi"

Baca Selanjutnya..