Golput dalam PILKADA Meningkat


Golput Pilkada Sumut Diperkirakan Capai 35% Lebih


Medan - Jumlah warga yang tidak menggunakan hak pilihnya atau golput, semakin tinggi saja di Sumatera Utara (Sumut). Kepastiannya masih menunggu hasil penghitungan, namun diperkirakan lebih dari 35 persen.

Ada tiga perkiraan mengenai jumlah golput pada Pilkada Sumut ini. Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sumatera Utara (Sumut) memperkirakan, pada Pilkada kali ini sekitar 35 persen.

"Masih menunggu hasil penghitungan resmi, baru ditemukan angka yang sebenarnya. Tetapi kita perkirakan sekitar 35 persen. Angkanya tidak lebih dari itu," kata Irham Buana kepada detikcom di Kantor KPUD Sumut, Jl. Perintis Kemerdekaan, Medan, Rabu (16/4/2008).

Sementara Kepala Badan Informasi dan Komunikasi Sumut, Eddy Syofian menyatakan, berdasarkan laporan yang diterimanya dari 25 kabupaten dan kota di Sumut, persentase warga yang memberikan hak pilihnya sekitar 63 persen. Dengan demikian angka golput mencapai 37 persen.

"Persentase terendah itu di Kabupaten Pakpak Bharat, sekitar 40 persen, sementara tertinggi mencapai 85 persen, seperti di Kota Binjai," ujar Eddy Syofian.

Angka golput yang lebih tinggi disampaikan Lingkaran Survei Indonesia. Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia, Denny JA menyatakan, berdasarkan hasil penghitungan cepat atau quick count, persentase golput sekitar 48 persen.

"Angka golput lebih besar dibanding persentase perolehan 27,67 persen suara yang didapat pemenang Pilkada, pasangan Syamsul Arifin dan Gatot Pujonugroho, berdasarkan hasil quick count," kata Denny JA.

Mengenai tingginya angka golput ini, Eddy Syofian menyatakan, sosialisasi sudah dilaksanakan dengan baik jauh-jauh hari. Mereka yang tidak memberikan hak suaranya, kemungkinan punya pertimbangan masing-masing.

Detik.com


Golput Pilkada Nganjuk Capai 35 Persen

TEMPO Interaktif, Jakarta:Penghitungan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Nganjuk yang berakhir dengan terpilihnya pasangan bupati dan wakil bupati Taufiqurahman-Abdul Wahid Badrus sebagai pemenang pemilihan, diwarnai dengan tingginya angka golput. Komisi Pemiliham Umum Daerah (KPUD) setempat menyatakan sebanyak 298.312 orang yang tercatat sebagai DPT (daftar pemilih tetap) tidak menggunakan hak suara mereka dalam Pilkada yang digelar 4 Maret 2008 lalu.

“Banyaknya pemilih yang tidak menggunakan hak suaranya sangat tinggi dan membuat kami terkejut. Sebanyak 298.312 orang atau hampir 35 persen dari jumlah pemilih tetap,” kata M Bawono, Ketua KPUD Nganjuk saat mengumumkan hasil penghitungan suara, Minggu (9/3).

Dari data di KPUD, jumlah suara sah tercatat 527.980 lembar dan tidak sah 28.148 lembar. Padahal DPT (daftar pemilih tetap) sebanyak 849.191 jiwa.

“Terus terang kami sangat kecewa dengan banyaknya warga yang tidak menggunakan hak pilihnya. Padahal kami terus-menerus melakukan sosialisasi Pilkada hingga ke seluruh pelosok. Tapi inilah kenyataanya,” kata Bawono.

Tingginya angka golput juga membuat Panitia Pengawas (Panwas) Pilkada Nganjuk bertanya-tanya. Panwas akan segera melakukan evaluasi mengenai hal ini sebagai bahan pertimbangan melaksanakan Pemilihan Gubernur Jawa Timur yang bakal digelar pada bulan Juli mendatang.

“Kami belum tahu apa kendala yang menyebabkan tingkat kehadiran pemilih tidak bisa mencapai 100 persen. Pelaksanaan Pilkada ini akan bisa menjadi bahan evaluasi untuk melaksanakan Pemilihan Gubernur Jawa Timur bulan Juli mendatang,” kata Herman, salah seorang anggota Panwas Pilkada Nganjuk.

Menurut Herman, selama ini pihaknya sudah berusaha membantu Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) untuk mensosialisasikan hari H pencoblosan melalui jajaran
Panwas di 20 kecamatan di Kabupaten Nganjuk.

“Perlu evaluasi mendalam untuk mengetahui penyebab banyaknya rakyat tidak menggunakan hak suaranya. Ini merupakan PR kita semua sebagai bagian dari pendidikan politik rakyat,” kata Herman.DWIDJO U. MAKSUM


Golput Pilkada Sukabumi 25,57 %

SUKABUMI - Jumlah pemilih yang tidak memberikan suaranya atau Golput pada pelaksanaan Pilkada Kota Sukabumi 8 Maret lalu, mencapai 25,57% atau sekira 50 ribu dari 205 362 pemilih.

Angka ini dua kali lipat lebih tinggi dari jumlah golput pada Pemilihan Presiden
(Pilpres) 2004 silam yang hanya mencapai 21 % dari jumlah 192.000 pemilih.

Ketua Pokja Sosisalisasi Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Sukabumi, Ferdhiman PB mengatakan, sikap apatis masyarakat terhadap pemilu diperkirakan akan terus berlanjut hingga suksesi Pemilihan Gubernur
(Pilgub) Jabar 13 April mendatang.

"Pelaksanaan pemilu berulang-ulang yang harus dijalani membuat masyarakat menemui titik bosan. Dalam kondisi seperti ini, maka tidak menutup kemungkinan pada saat Pilgub nanti tingkat partisipasi masyarakat akan berkurang," ungkap Ferdhiman kepada wartawan, Selasa (11/3/2008).

Disamping itu, tambahnya, faktor lainnya yakni keterbatasan anggaran sosialisasi pemilu. Meski demikian, kata Ferdhiman, jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya pada Pilkada Kota Sukabumi itu, jauh lebih baik jika dibandingkan dengan empat daerah lainnya yang telah menyelenggarakan pilkada.

Seperti Bekasi, Depok, Cirebon dan Tasikmalaya. Umumnya, tingkat partisipasi masyarakat terhadap pilkada di empat daerah itu, berada pada rata-rata 50%-70%.

"Untuk menekan angka golput pada Pilgub nanti, adalah peningkatan validasi data pemilih. Sebab tingkat golput ini bukan tergantung pada kedatangan pemilih ke tempat pemungutan suara (TPS), namun selebihnya adalah akibat banyaknya pemilih yang saat pelaksanaan pemungutan suara tengah berada di luar daerah atau luar negeri menjadi TKI," katanya.

Sementara itu, hingga Selasa sore, penghitungan suara sementara KPUD, menunjukan pasangan Mokh Muslikh Abdussyukur-Mulyono (Muslim) masih berada pada puncak kemenangan dengan perolehan suara sebanyak 73.609 suara atau 50,62 %. Sementara kandidat yang masih tetap berada di urutan dibawahnya adalah pasangan Yudi Widiana Adia-Iwan Kustiawan (Yudiwan) dengan perolehan suara mencapai 40.776 suara atau 28,04 % atau hanya terpaut dengan pasangan Muslim sebanyak 32.833.

Pasangan Herman Gurnawijaya-Yanti Indri hanya mengnatongi 18.191 suara atau 12,51 %. Jumlah itu jauh lebih baik dari pasangan calon Dedi Safe'i-Itang Abdul Karim yang hanya meraih suara sebanyak 12.833 suara atau 8,82 %. Penghitungan suara sementara ini akan segera ditetapkan pada tangal 16 Maret mendatang di Gedung Juang 45, Kota Sukabumi.
(Toni Kamajaya/Sindo/kem)


Golput Pilkada Rata-rata 27,8 Persen

JAKARTA, TRIBUN - Riset Lingkaran Survey Indonesia (LSI) terhadap pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menunjukkan tingginya angka pemilih tidak menggunakan hak pilihnya suara (golput).

"Jika dibuat rata-rata, tingkat golput selama Pilkada mencapai 27,9 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan pada Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden Putaran I, dan Pemilu Presiden Putaran II," kata Direktur Eksekutif LSI Denny JA kepada Persda Network, Minggu (4/11).

Riset yang dipublikasikan Oktober bulan lalu ini menunjukkan tingginya angka pilkada terjadi setelah Pemilu 2004, yang digelar langsung. "Dan kemungkinan fenomena golput ini juga akan menjadi gejala umum Pemilu Indonesia di masa mendatang," kata Denny.

Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso menilai tingginya angka golput disebabkan masyarakat telah jenuh dengan politik "kejenuhan politik" pada masyarakat karena sangat sering nya diadakan pemilu lokal maupun nasional.

"Ini merupakan peringatan dini atas nasib demokrasi di Indonesia dan kalau tidak diantisipasi bisa mengancam demokrasi yang sedang mencari bentuknya di Indonesia,"tegas Ketua Fraksi Golkar di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini kemarin. Solusi atas itu, Priyo meminta semua pihak untuk duduk bersama membicarakan masalah ini. "Karena bagaimana pun partisipasi rakyat dalam menentukan nasib bangsa sangat diperlukan," tegasnya.

Riset LSI bukan survei yang diadakan pra pemilihan tapi dilakukan pada saat pemilihan. Responden diambil dari pemilih yang terdaftar dalam DPT (Daftar Pemilih Tetap), tetapi tidak ikut memilih di hari pencoblosan. Riset diambil dari data pemilih yang menggunakan hak suara pada 176 provinsi, kabupaten/kota yang melaksanakan pilkada tahun 2005.

Riset menunjukkan golput tertinggi ada di Jawa, menyusul Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, lalu wilayah Indonesia Timur seperti Papua, Maluku, Bali, dan Nusa Tenggara memiliki golput cukup rendah. (Persda Network/aco)

Golput Sejumlah Pilkada Juni-Juli 2005:
1. Kota Surabaya, dari 2.013. 680 pemilih yang terdaftar, hanya 999.591 pemilih saja yang menggukan haknya (angka partisipasi pemilih hanya 49.64%).
2. Medan, hanya 54.70% dari total 1.459.185 pemilih terdaftar yang menggunakan hak pilihnya.
3. Kota Banjarmasin, sebanyak 52.38% dari total 466.187 pemilih terdaftar ikut memilih.
4. Kota Jayapura, dari 171.611pemilih yang terdaftar, hanya 53.19% saja yang menggunakan hak pilihnya.
5. Provinsi Kepulauan Riau, dari total 925.874 pemilih yang terdaftar, hanya sebanyak 54.66% pemilih ke TPS dan pakai hak suara.

Partisipasi Pemilih dalam Pilkada dan Pemilu :
No. Item Jumlah Pemilih
1. Pilkada (Juni-Juli 2005) 73,1 persen
2. Pemilu Presiden Putaran II 76,7 persen
3. Pemilu Presiden Putaran I 78,5 persen
4. Pemilu 2004 84,1 persen
5. Pemilu 1999 93,3 persen
6. Pemilu 1997 88,9 persen
7. Pemilu 1992 (Orba) 90,9 persen
8. Pemilu 1987 (Orba) 91,3 persen


Penyebab Golput :
1. Latar belakang sosiologis tertentu, seperti agama, pendidikan, pekerjaan,
ras dan sebagainya.
2.Keputusan seseorang untuk ikut memilih atau tidak ditentukan oleh kedekatan dengan
partai atau kandidat yang maju dalam pemilihan. Makin dekat seseorang dengan partai atau kandidat tertentu makin besar kemungkinan seseorang terlibat dalam pemilihan.
3. Faktor ekonomi politik. Keputusan untuk memilih atau tidak dilandasi oleh pertimbangan rasional, seperti ketidakpercayaan dengan pemilihan yang bisa membawa perubahan lebih baik.
4. Terganjal sistem pendaftaran (registrasi) pemilih.Untuk bisa memilih, umumnya calon pemilih harus terdaftar sebagai pemilih terlebih dahulu. Kemudahan dalam pendaftaran pemilih bisa mempengaruhi minat seseorang untuk terlibat dalam pemilihan. Sebaliknya, sistem pendaftaran yang rumit dan tidak teratur bisa mengurangi minat orang dalam pemilihan.
5. Alasan teknis. Seseorang memutuskan tidak ikut memilih karena tidak ada waktu untuk memilih-seperti harus bekerja di hari pemilihan, sedang ada keperluan, harus ke luar kota di saat hari pemilihan dan sebagainya. Atau bisa juga karena malas pergi ke TPS.
6. Alasan politis. Pemilih memutuskan tidak menggunakan haknya karena secara sadar memang memutuskan untuk tidak memilih.Pilkada dipandang tidak ada gunanya, tidak akan membawa perubahan, atau tidak adacalon kepala daerah yang disukai dan sebagainya. (Persda Network/aco)

Sumber : Data LSI, Oktober 2007


Baca Selanjutnya..